News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Haram Jika Blitz Megaplex Dijual ke Perusahaan Asing

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Widiyabuana Slay
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah didesak segera mengkonfirmasi dugaan penjualan Blitz Megaplex ke perusahaan asal Korea, CJ CGV. Pasalnya, bioskop merupakan sektor usaha yang haram dimasuki modal asing sesuai Daftar Negatif Investasi (DNI) yg berlaku saat ini.

Desakan itu diutarakan Anggota Komisi X DPR RI Deddy Gumelar dari Fraksi PDIP dan Abdul Hakam Naja F-PAN di Jakarta, Minggu (7/4/2012).

"Kalau terbukti, maka harus ada sanksi tegas, karena bioskop masih masuk dalam DNI," kata Dedi Gumelar atau akrab disapa Miing ini.

Pernyataan Miing itu menanggapi berita pekan lalu bahwa Blitz Megaplex disinyalir telah dijual ke konglomerat hiburan asal Korea Selatan, CJ CGV.

Hal itu terbukti dengan adanya perombakan direksi Blitz, yang saat ditempati mayoritas ekspatriat asal Korea termasuk COO dan CFO-nya. Bahkan CEO Blitz yang baru adalah mantan Chief Representative di CJ CGV Greater  China. Selain itu, sejak akhir 2012, sudah masuk 9 orang Korea ke manajemen Blitz.

Lebih jauh Dedi mengungkapkan bahwa pemerintah tidak pernah mencabut Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 Tahun  2010, sehingga belum mengeluarkan bioskop dari DNI.

"Berarti, pemerintah tidak melepas gedung bioskop, yang merupakan rumah budaya, kepada investor asing. Kalau benar Blitz dijual kepada investor Korea, itu jelas pelanggaran. Mestinya pembelian tersebut harus seizin Mendag, BKPM dan Kemenparekraf," kata Dedi.

Menurut Miing, dari awal DPR sudah memberikan warning kepada Kemenparekraf, BKPM, dan lembaga terkait agar tidak mengluarkan izin bagi masuknya modal asing di wilayah bioskop dan kebudayaan. Bioskop merupakan rumah budaya dan sektor yang unik, karena itu perlakuannya pun berbeda dengan sektor lainnya, dan tidak boleh dimasuki pemodal asing.

Jika bioskop diibaratkan sebuah rumah, kata Miing, lalu rumah tersebut disewakan atau dijual kepada pihak asing, maka otomatis pemilik rumah tersebut tidak bisa lagi masuk rumah tersebut.

"Artinya, jika Blitz telah menjual bioskopnya kepada CJ CGV, maka film Korea dipastikan menguasai pangsa pasar Indonesia dan film Indonesia akan tersisihkan di rumahnya sendiri. Bagaimana menolong Hanung Bramantyo dan sineas lainnya?" ujarnya.

Menurutnya, Efeknya bukan hanya mematilkan film Indonesia. Yang paling berbahaya adalah efek film tersebut yang bisa mendoktrin remaja negeri ini meniru budaya negeri gingseng tersebut dan meninggalkan budaya Indonesia.

Saat ini, fenomena Gangnam Style dan film Korea menimbulkan trend dan budaya baru bagi remaja Indonesia.

"Sedihnya, para remaja kita lebih bangga mengekspresikan budaya Korea daripada budaya sendiri," ujarnya.

Ia menambahkan, remaja Indonesia terlarut dalam budaya Gangnam Style. Dan sadar atau tidak, mereka akhirnya menyukai berbagai produk Korea.

"Itulah tujuan utama masuknya Korea di jalur bioskop, meski secara bisnis tidak menguntungkan. Diawali dari strategi kebudayaan," kata Dedi.

Dia kembali menegaskan, meskipun dengan membeli Blitz tidak menuai untung signifikan, namun itu bukan tujuan utama. Tujuannya adalah invasi budaya, sehingga berbagai produk, budaya, dan segala hal yang berbau Korea laku di negeri ini.

"Sebenarnya berapa sih marjin keuntungan Korea sehinggga membeli Blitz? Tidak seberapa untungnya. Tapi ini menguntungkan bagi Korea dan merugikan Indonesia. Korea tahu Indonesia tidak punya strategi kebudayaan, sehingga Korea masuk," ujarnya.

Sementara itu Anggota Komisi X DPR RI Abdul Hakam Naja mengatakan, karena bioskop masuk dalam DNI, maka tidak bisa dimasuki modal asing dan aturan ini harus ditegakkan.

"Aturan harus ditegakkan, karena masuk daftar DNI, BKPM harus ambil tindakan dan tegas menegakkan aturan. Kalau langgar aturan, itu tidak bisa," ujarnya.

Menurutnya, penanaman modal asing tentunya harus mendapat persetujuan dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang sampai saat ini belum mengeluarkan bioskop dari DNI, sehingga BKPM harus memastikan penjualan Blitz tersebut.

Abdul Hakim juga membenarkan bahwa sudah lama Blitz mengalami kesulitan dana untuk mengembangkan usaha perbioskopan tanah air. Blitz sudah menawarkan kepada sejumlah perusahaan di dalam negeri, namun tidak ada yang mau mengakuisisi. "Tapi kalau sekarang menabrak aturan, itu tidak bisa ditolerir," imbuhnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini