TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Praktik redenomenasi (pemangkasan tiga mata nol rupiah) bukan sekadar mengganti angka, namun bisa menimbulkan ilusi psikologis terhadap masyarakat dan hal ini yang patut diwaspadai pemerintah.
Tellisa Felianty, Ekonom dan Pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI), mengatakan efek psikologis dari hilangnya nol pada mata uang akan menaikan inflasi karena adanya efek dilusi atas penurunan angka dalam mata uang.
"Efeknya mata uang akan melemah dan spend untuk belanja semakin kuat makanya saya ingatkan agar pemerintah bisa segera melakukan sosialisasi terhadap masyarakat dengan baik," katanya di Kampus Perbanas, Jakarta, Selasa (7/5/2013).
Dampaknya itulah yang akan menaikan inflasi karena adanya pemotongan harga yang berakibat terhadap menurunnya nominal harga barang. Akibatnya, masyarakat akan menilai nilai suatu barang telah menurun padahal kenyataanya tidak.
"Pemotongan mata uang rupiah memang berakibat kepada pemotongan nominal harga, sehingga pola pikirnya harga menjadi lebih kecil dan mengakibatkan menaiknya aktivitas belanja, ini yang kita coba hindari," katanya.
Namun inflasi tidak akan naik jika dilakukan dengan baik dan dilakukan dalam kondisi perekonomian yang stabil dan terkendali. Inflasi tidak akan melonjak karena kuatnya pendapatan negara yang diatribusikan melalui pertumbuhan ekonomi.
"Jika perekonomian stabil dan pendapatan tumbuh dengan baik maka tidak akan memengaruhi perekonomian, yang penting pemerintah dapat menjaga ketersediaan pasokan barang agar permintaan tidak menaikan inflasi," katanya.