Laporan Wartawan Serambi Indonesia, Fikar W Eda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --Isu pencabutan subsidi bahan bakar minyak (BBM) telah menimbulkan keresahan politik dalam masyarakat. Pemerintah dinilai ragu-ragu mengambil keputusan.
Anggota Dewan Perwakilan Daerahh (DPD) RI asal Aceh, Ahmad Farhan Hamid mengatakan hal itu dalam rapat Komite IV DPD dengan pakar perminyakan DR Kurtubi dan pakar ekonomi Umar Juoro, di Gedung DPD RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa lalu.
Rencana kebijakan pemerintah menetapkan dua harga BBM, dan kemudian belakangan ditarik kembali dan menerapkan pola satu harga yang disertai bantuan langsung tunai (BLT), menurut Farhan Hamid justru sangat merugikan masyaraka karena isu tersebut telah membuat ketidakpastian.
"Idealnya pengurangan subsidi BBM dilakukan bertahap. Tidak seperti ini," kata Farhan Hamid.
Menurut Farhan Hamid, seandainya Pemerintah konsisten, pengurangan subsidi dapat dilakukan bertahap, mungkin tiap bulan dikurangi subsidi 300-500 rupiah per liter, sehingga dalam waktu 5-6 bulan akan tercapai harga ke-ekonomian.
"Berbarengan dengan itu, pemerintah merancang program penyelamatan kelompok miskin dan rentan miskin agar tidak membesar, dan tidak mendapat perlawanan politik dari DPR yang menentang BLT, karena akan mempengaruhi pilihan publik dalam Pemilu 2014," kata Farhan Hamid.
Disebutkan, politik penyelamatan ekonomi negara jauh lebih penting dari kekakuan kebijakan yang mendera rakyat.