TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Insentif yang akan diberikan pemerintah lewat Kementerian Perindustrian tentang Low Cost Green Car ditentang pemerhati transportasi. Hal tersebut hanya akan menambah kendaraan dan membebani jalan.
"Saya tidak setuju LCGC, karena 30 persen pemasaran mobil di Jakarta, nanti jalanan seperti apa? Konsep green itu bohong-bohongan," ujar Djoko Setijowarno, pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Kamis (16/5/2013), di Jakarta.
Menurut data dari Organda, pertumbuhan kendaraan pribadi sangat tinggi. Pertumbuhan mobil per tahun 11 persen - 12 persen atau 7000 ribu - 800 ribu unit dan motor tumbuh 18 persen - 20 persen per tahun atau sekitar 1,7 juta - dua juta unit.
Dengan pertumbuhan yang sangat signifikan, motor dinilai "musuh" bebuyutan angkutan umum. Di samping itu pula, pembelian motor sangat mudah, bisa dicicil, down payment rendah, dan suku bungan kecil. Sehingga keberadaan angkutan umum mulai "tersingkir".
Menurut Djoko, pemerintah seharusnya memerhatikan angkutan umum, bukan memberikan insentif terhadap kendaraan pribadi.
"Bandingkan dengan pengusaha angkutan umum, banyak beban yang menderanya, seperti beragam pungli, KIR, bunga tinggi. Padahal angkutan umum yang beroperasi hanya 40 persen, sebanyak 90 persen usia armada di atas 10 tahun," kata dosen fakultas teknik, Universitas Katolik Soegijapranata tersebut.
Djoko juga mengatakan adanya program seperti safety riding hanyalah program yang pro industri otomotif, bukan untuk penyelamatan si penggunanya. Di samping itu Karlo Manik, Kasubdit Dampak Transportasi Perkotaan juga menyampaikan pihaknya berusaha mengurangi penggunaan kendaran pribadi dan mengajak beralih ke angkutan umum.
"Apakah LCGC ini tepat? Padahal kita akan mengurangu beban jalan, kalau ada LCGC bagaimana dengan (kondisi) jalan saat ini?" imbuh Karlo.