TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Interkoneksi antara bank dan perusahaan switching ATM memang akan terlaksana pertengahan tahun ini. Namun, masih ada yang menganjal di hati petinggi bank lokal, yakni terkait biaya transaksi ATM.
Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA), Jahja Setiaatmadja, mengatakan biaya transaksi yang dibebankan ke bank asing seharusnya lebih besar dari bank lokal. Alasannya, selama ini mereka hanya memanfaatkan kerjasama dengan prinsipal melalui interkoneksi, tanpa mengeluarkan dana menambah jaringan ATM. "Kami sudah menyampaikan usulan ini ke Bank Indonesia (BI)," ujarnya, pekan lalu.
Interkoneksi ATM memang sangat menguntungkan bank asing. Selama ini mereka memang tidak melakukan investasi ATM dalam jumlah besar-besaran. Dalam pengadaan ATM, bank harus merogoh kocek 7.000 dolar AS per unit atau sekitar Rp 60 juta - Rp 70 juta per unit. Bank juga harus mengeluarkan biaya tambahan untuk pemeliharaan jaringan dan ATM.
Direktur Utama Bank Mandiri, Budi Gunadi Sadikin, menambahkan di Singapura dan Malaysia sudah lebih dulu menerapkan perbedaan biaya transaksi antara bank lokal dan asing. Perbedaan biayanya bisa 3 kali -5 kali lipat dari tarif lokal.
Bank pelat merah tersebut pernah mendiskusikan hal ini dengan Bank Negara Malaysia (BNM), tapi belum mendapatkan jawaban yang pasti. "Kami ingin perlakukan yang sama, seperti yang diterapkan di luar negeri," tambah Budi.
Saat ini biaya transaksi ATM antarbank antara Rp 5.000 - Rp 7.000 per transaksi. Biasanya, perusahaan switching mengenakan biaya Rp 700 - Rp 1.000 per transaksi sisanya untuk biasa pengelolaan mesin dan fee perbankan.
Deputi Gubernur BI, Ronald Waas mengatakan, BI tidak berhak memutuskan perbedaan harga transaksi ATM. Hal tersebut merupakan bisnis antara perbankan dengan prinsipal. BI hanya bertugas mengawasi kegiatan sistem pembayaran perbankan dan prinsipal. (Kontan/Nina Dwiantika)