News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pelaku UMKM Harus Melek Teknologi

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Berbagai produk mulai dari pakaian, sepatu hingga aksesoris di pamerkan pada acara Expo Produk Unggulan Mitra Binaan BUMN 2013 di Thamrin City Jakarta Pusat, Senin (1/4/2013). Sebanyak 50 pengusaha kecil dan pengrajin binaan BUMN menjual hasil karyanya sejak 29 Maret hingga 2 April 2013. TRIBUNNEWS/HERUDIN

Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Feryanto Hadi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam rangka meningkatkan peran serta serta memperkenalkan produk-produk kreatif para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia, Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) menggelar pameran bertajuk Interior and Craft (ICRA) 2013 dari tanggal 5-9 Juni 2013.

Bertempat di Hall A dan Hall B Jakarta Convention Center (JCC), pameran ini diikuti sebanyak 380 peserta dari berbagai daerah di Indonesia. Ketua Pelaksana ICRA, Hardini Puspasari menyebut, Indonesia saat ini menjadi daya tarik besar dalam market pasar bagi para pengusaha asing. Hal ini terkait jumlah penduduk Indonesia yang begitu besar serta kecenderungan masyarakat Indonesia yang memiliki tingkat konsumsi yang tinggi.

"Saat ini asing lebih cenderung menguasai para Indonesia. Padahal, seharusnya, kita harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Jangan sampai asing mendekati Indonesia hanya karena ingin menguasai market. Karena kita tahu penduduk kita 250 juta ini pasar yang sangat besar. Apalagi kehidupan konsumtif masyarakat Indonesia ini konsumtif. Maka kami dari HIPPI berupaya untuk mengangkat potensi-potensi UMKM dari berbagai daerah di Indonesia. Kalau bukan kita siapa lagi yang menyelamatkan Indonesia, terutama dalam masalah ekonomi," kata Hardini saat ditemui di pameran ICRA, Minggu(9/6/2013).

Hardini mengatakan, potensi UMKM di Indonesia saat ini begitu luar biasa. Namun demikian, banyak terjadi kendala yang menyebabkan pelaku UMKM tidak bisa mengembangkan usahanya lebih besar. Diantaranya disebabkan oleh sulitnya mendapatkan pendanaan.

"Saya lihat semangat masyarakat Indonesia dalam mengembangkan usaha, baik itu kuliner, kerajinan tangan, mebel itu banyak sekali. Tapi yang terbentur itu pembiayaan. Pemerintah seharusnya memberikan pembiayaan untuk usaha mikro dan kecil dengan bunga yang kecil. Seperti Malaysia sekarang sudah kasih 2 persen, di Indonesia masih di atas 10 persen. Itu kan berat buat yang mau memulai usaha. Saya rasa pemerintah harus punya wadah untuk memantau dan mendorong ini. Terus masalah packaging juga sangat mempengaruhi, misalkan masalah tenun, dimana tenun harus laku di pasaran, oh benangnya jangan tebal-tebal karena mau dipakai untuk pakaian jadi," kata Hardini.

Selain pembiayaan, imbuh Hardini, pemahaman tentang strategi marketing para pelaku UMKM di Indonesia juga masih begitu rendah. Ini yang menurutnya sangat merugikan pelaku UMKM sendiri, dimana mereka hanya dijadikan sebagai mesin pencetak produk-produk berkualitas, namun yang memiliki untung besar justru para eksportir yang membeli barang kepada pelaku UMKM dengan harga murah, kemudian dijual kembali ke luar negeri dengan harga selangit.

"Selain modal, faktor penghambat lainnya adalah pemasaran. Mungkin orang Indonesia masih belum terbuka dalam bahasa. Mau ekspor takut nggak bisa bahasanya. Jadi perlu pembinaan marketing. Terus perlu optimalisasi teknologi untuk marketing, dalam hal ini perlu adanya pembinaan marketing. Marketing melalui pemanfaatkan teknologi itu solusinya sangat banyak. Fasilitas-fasilitas yang ditawarkan teknologi banyak sekali. Seperti facebook, twitter, instagram, youtube kan bisa digunakan sebagai media marketing. Tapi masalahnya banyak pelaku UMKM yang tidak tahu. Padahal, di sisi lain, banyak juga melalui facebook UMKM bisa ekspor produk ke luar negeri. Jadi ini yang harus digarisbawahi, yakni perlunya petingkatan pengetahuan mengenai teknologi," katanya.

"Yang lebih miris, Indonesia hanya menjadi target pasar, pengusaha asing atau lokal membeli barang di Indonesia dengan harga murah kemudian dijual di luar negeri dengan harga yang mahal. Misalnya saja, di sini beli 500 dolar di luar dijual ribuan dolar," tambah Hardini.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini