News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Vonis Hakim Soal IM2-Indosat Dinilai Lalai

Penulis: Arif Wicaksono
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Peluncuran dan bedah buku berjudul Krikil Tajam Telekomunikasi Broadband Indonesia karya Indar Atmanto (mantan Dirut IM2). Indar (tengah) didampingi praktisi hukum Luhut Panjaitan (kiri) dan Hinca Panjaitan (kanan)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaku Industri telekomunikasi menilai majelis hakim telah bersifat parsial dengan vonis terdakwa Indar Atmanto, mantan Direktur IM2.

Dalam sidang yang digelar kemarin,Senin majelis hakim Tipikor menyatakan bahwa mantan Direktur IM2, Indar Atmanto dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman 4 tahun penjara, denda Rp 200 juta serta kepada pihak Indosat dikenakan uang pengganti sebesar Rp 1,4 triliun.

Setyanto P Santosa, Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), menyatakan putusan majelis hakim yang menghukum mantan Direktur IM2 menandakan hakim tidak cukup ahli. Sebab, hal itu hanya mengambil keterangan saksi ahli yang memberatkan pengadilan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan mengabaikan fakta berkembang di persidangan.

"Bagaimana bisa putusan ini tidak mengindahkan pendapat Kominfo sebagai regulator. Kominfo kan menyatakan tidak ada pelanggaran antara kasus Indosat dan IM2. Menafikan pendapat Kominfo sama saja menafikan UU 36 tahun 1999 sebagai landasan bisnis pertelekomunkasian di negara ini," katanya, Selasa (9/7/2013).

Pertanyaan akan kecakapan hakim juga muncul dari Nonot Harsono, anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) yang menyimpulkan hakim tidak memahami kerangka regulasi telekomunikasi dengan PP 52 tahun 2000 tentang penyelenggara telekomunikasi antara pelaksana jaringan dan jasa telekomunikasi.

Menurut Nonot, padahal PP 52 tahun 2000 adalah dasar hukum untuk pelaku jasa melakukan Perjanjian Kerja sama dengan penyelenggara jaringan. Dimana salah satu jaringan itu adalah jaringan seluluer yang beroperasi di pita 2.1 Ghz. Majelis hakim menyatakan perjanjian itu melawan hukum sedangkan PP 52 itu memerintahkan untuk perjanjian kerja sama.

Terkait dengan sikap yang tidak cakap, maka masyarakat industri telekomunikasi akan melaporkan majelis hakim ke Komisi Yudisial (KY) karena majelis hakim dianggap bertindak parsial dan tidak memahami industri telekomunikasi.

"Kami akan laporkan ke Komisi Yudisial dan Komite Kejaksaan agar kualitas hakim lebih meningkat dalam membuat putusan, terutama agar putusan-putusan yang dikeluarkan tidak banyak merugikan masyarakat," kata Setyanto.

Seperti diberitakan Kompas.com sebelumnya, Menkominfo Tifatul Sembiring menyatakan pihaknya prihatin. "Ya jelas prihatin atas putusan ini, saya akan segera minta biro hukum Kemenkominfo untuk melakukan kajian hukum atas putusan ini. Dan saya akan laporkan hasilnya kepada Presiden", ujarnya.

Vonis terhadap IM2 dan Indosat ini memang mendapat perhatian serius di kalangan para pelaku industri telekomunikasi. Bukan saja bagi operator dalam negeri, namun juga oleh para investor asing.

"Tentu ini akan berpengaruh terhadap iklim investasi, mereka juga akan mempertanyakan kepastian hukum di Indonesia", ungkap Tifatul.

Tifatul mengungkapkan bahwa pelaku industri telekomunikasi kerap kali mempertanyakan kebijakan yang berbeda. Di satu sisi, Kemenkominfo menyatakan bisnis model IM2-Indosat ini sah, sementara itu lembaga yudikatif menyatakan tidak sah.

Dia menjelaskan kebijakan Kemenkominfo dilakukan atas arahan Presiden SBY yang meminta agar pada saat ekonomi dunia sedang lesu seperti saat ini, pemerintah harus merangsang iklim investasi serta membelanjakan APBN agar roda ekonomi nasional tetap bergerak.

"Tentu para investor akan mempertanyakan kepastian hukum di negeri kita. Tapi saya kira, jika pihak IM2 dan Indosat, tidak puas terhadap putusan ini, mereka bisa mengajukan banding", papar Tifatul.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini