TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dan Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) kembali mengingatkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk peduli terhadap dampak kasus PT Indosat Mega Media (IM2).
Permintaan APJII dan Mastel tersebut menindaklanjuti surat dari Global System for Mobile Communications Association (GSMA), asosiasi operator selular seluruh dunia, yang beberapa waktu lalu menyurati Presiden SBY agar melakukan intervensi langsung atas kasus PT IM2, anak usaha PT Indosat Tbk.
Sapto Anggoro, Sekjen APJII, menilai surat Direktur Jenderal GSMA Anne Bouverot tentang agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memperhatikan kasus IM2 layak untuk dipertimbangkan. Ini menunjukkan perhatian dari komunitas telekomunikasi internasional terhadap kasus tersebut.
APJII menilai bahwa surat itu bisa jadi dianggap sebelah mata oleh kepresidenan karena memang tidak ingin dituduh mencampuri keputusan hukum.
Namun, melihat kekuatan dari GSMA secara internasional, APJII khawatir masalah tersebut mengarah ke arbitrase internasional.
Menurut Sapto, kalau itu terjadi, industri telekomunikasi di Indonesia menjadi tidak kondusif untuk investasi. Padahal, saat ini industri ini menyumbang sekitar 12 persen dari total pertumbuhan ekonomi nasional sekitar 6 persen lebih.
GSMA barangkali bukan satu-satunya yang menyatakan prihatin dengan keputusan pengadilan Tipikor yang mengakibatkan dihukumnya Indar Atmanto tersebut.
“Kami khawatir komunitas telekomunikasi internasional lainnya juga mendesak pemerintah Indonesia soal kasus tersebut,” jelas Sapto, Jumat (16/8).
Kalau sampai itu terjadi, kata Sapto, maka pertumbuhan ekonomi yang sudah bagus ini, akan negatif ke depannya.
Karena sudah menjadi keputusan vonis, memang tidak mudah untuk diubah kecuali dengan mengajukan banding. Dan, APJII berharap hakim banding lebih objektif dan mempertimbangkan masak-masak sesuai dengan UU Telekomunikasi No. 36/1999 dan juga PP No. 52 Tahun 2000 dan PP No. 53 Tahun 2000.
Senada dengan APJII, Direktur Eksekutif Mastel Eddy Thoyib menyatakan hal serupa.
Thoyib menuturkan, sejak jauh hari sebelum kasus ini digulirkan, Mastel telah memberikan peringatan bahwa kasus ini akan memiliki dampak Internasional yang luas apabila terus di dorong ke arah kriminalisasi, khususnya di dalam komunitas ICT Internasional.
"Mengingat Indosat dan IM2 seperti halnya seluruh operator telekomunikasi di Indonesia adalah anggota GSMA dan secara aktif berperan di dalam berbagai badan telekomunikasi internasional seperti ITU, Asia Pacific Telecomunity / APT, Apectel, dan lain-lain," katanya.
Menurut Eddy, surat yang disampaikan oleh GSMA yang dimuat juga di dalam situs resmi mereka memberikan image yang sangat buruk bagi kepastian hukum dan keamanan investasi di negara kita yang tercinta ini.
Lebih jauh Mastel mengharapkan agar pemerintah Indonesia secara proaktif "do something" agar kasus ini dapat diselesaikan dengan sebaik baiknya tanpa harus ada yg kehilangan muka dan membebaskan Indosat, IM2 dan Indar Atmanto dari segela tuduhan.
“Terlalu besar kerugian yang akan dipikul oleh pemerintah apabila kasus ini didorong lebih jauh oleh Qatar sebagai pemegang saham mayoritas Indosat ke ranah arbitrase internasional,” papar Eddy.
Beberapa waktu lalu, dalam surat resminya kepada Presiden SBY, Direktur Umum GSMA Anne Bouverot mengatakan, intervensi langsung Presiden ini dibutuhkan karena dampak dari putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Indonesia atas IM2 ini akan menghalangi dan menunda pemodal untuk memberikan layanan internet dan berisiko terhadap perekonomian di Indonesia.
“Putusan Tipikor atas IM2 ini tidak hanya berdampak di sektor selular, juga untuk 200 perusahaan Internet Service Provider yang memiliki model bisnis yang sama dengan IM2. Untuk itu kami sudah menyurati Presiden SBY untuk melakukan intervensi langsung sebagai bentuk keprihatinan kami atas dampak putusan pengadilan Tipikor ini,” kata Anne, Rabu (14/8).