TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi V DPR, Muhidin M. Said mengungkap kegeramannya kepada pengembang properti yang ada di Indonesia. Menurutnya pengembang properti ini hanya menjual gambar saja kepada konsumennya saat mempromosikan produk propertinya. Padahal, bangunan yang akan dijual tersebut belum ada.
Hal ini diungkapkan Muhidin kepada Menteri Perumahan Rakyat (Menpera), Djan Faridz, dalam rapat kerja di komisi V DPR, Selasa (3/9/2013).
"Sesuai peraturan, pengembang baru bisa menjual dan teken kontrak kepada publik setelah fisiknya terbangun sekitar 20 persen," katanya.
Ia pun mempertanyakan pengembang yang menawarkan konsep yang bagus, lahan yang strategis. Namun, keadaan di lapangan, pengurukan tanah saja belum dilakukan.
Keluhan serupa juga diungkapkan, Wakil Ketua Komisi V DPR, Mulyadi. Ia pun mendesak kepada Menpera agar mengirim surat kepada Real Estate Indonesia (REI) dan juga perusahaan pengembang agar menjalankan peraturan yang berlaku, yakni Undang-Undang No.20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Menanggapi keluhan anggota Dewan tersebut, Menpera, Djan Faridz berkilah para pengembang tidak bisa disalahkan karena mereka melakukan sistem indent atau pemesanan. "Jadi yang mereka jual surat pesanan untuk mendaftar lalu membayar Rp 5 juta untuk bisa memesan," katanya.
Dengan cara seperti itu menurutnya Kempera tidak bisa berbicara banyak. Pasalnya pengembang tidak melakukan kontrak karena kontrak dilakukan setelah pembelian nomor urut. Kendati begitu, Djan mengakui bahwa adanya kesalahan yang dilakukan pengembang selama ini.
"Kesalahan pengembang adalah pembeli properti tidak diajari bagaimana caranya buat beli rumah secara benar," katanya. Djan juga menegaskan akan segera menyosialisasikan UU mengenai batasan penjualan properti ini.(Fahriyadi)