News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

APEC 2013

Pemerintah Protes Soal Cengkeh dan Tembakau ke WTO

Penulis: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

DEMO TOLAK HARI TANPA TEMBAKAU: Sejumlah anggota komunitas kretek menggelar aksi menolak hari tanpa tembakau se Dunia di jalan Pahlawan, Kota Semarang, Jateng, Jumat (31/05/2013). Hari Tanpa Tembakau (World No Tobacco Day) yang dilaksanakan per 31 Mei menuai kontrofersi bagi para komunitas kretek. Industri tembakau Nasional telah menyumbang pendapatan negara hingga Rp 84 Trilyun, sehingga para komunitas kretek menggelar aksi serentak di tujuh kota untuk menolak hari tanpa tembakau. (Tribun Jateng/Wahyu Sulistiyawan)

Laporan Wartawan Tribunnews.com Sanusi

TRIBUNNEWS.COM, NUSA DUA - Pemerintah berjanji terus memperjuangkan produk cengkeh dan rokok kretek, yang mendapatkan larangan masuk ke pasar Amerika Serikat.

Aksi trade barrier yang dilakukan Amerika, dinilai tak sesuai dengan prinsip-prinsip perdagangan bebas berkeadilan yang disuarakan dalam forum APEC 2013 di Bali.

Sayangnya, tak seperti halnya produk CPO dan karet yang akhirnya bisa masuk dalam Environment Goods (EG) list dan mendapatkan pengurangan tarif masuk, cengkeh dan produk rokok kretek Indonesia tak secara khusus dibahas di APEC 2013. Persoalan cengkeh Ini akan di perjuangkan dalam forum World Trade Organization (WTO).

"Selain CPO dan karet, kami akan terus memperjuangkan produk agrikultural kita di WTO. Dalam pertemuan tingkat menteri APEC, hadir Dirjen WTO (Roberto Azevedo) dan kita layangkan kembali protes soal rokok ini ke beliau," kata Menteri Perdagangan Gita Wirjawan dalam konfrensi pers hasil hasil APEC di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Nusa Dua, Bali, Selasa (8/10/2013).

Direktur Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional (KPI) Kementerian Perdagangan Imam Pambagyo menjelaskan, kebijakan pemerintah AS yang melarang penjualan produk rokok dari Indonesia dinilai memang sangat diskriminatif.

Pemerintah AS menganggap produk rokok asal Indonesia tidak layak untuk dijual disana karena merugikan kesehatan, karena masuk dalam kategori produk rokok ber-perasa.

Padahal mereka sendiri tetap menjual produk rokok yang memiliki perasa, seperti rokok menthol. "Kenapa mereka menganggap menthol tidak lebih berbahaya daripada kretek Indonesia? Ini yang kita pertanyakan, kita merasa ada ketidakadilan. Di dalam WTO tidak boleh diberlakukan kebijakan yang sifatnya diskriminatif, dan kita menganggap kebijakan AS ini adalah kebijakan yang diskriminatif. Ini akan terus kita perjuangkan dijalur WTO bukan di APEC ini," ujar Imam.

Kendati memiliki pasar lainnya,  patut juga disayangkan bahwa selama tiga tahun terakhir sejak diberlakukan larangan itu, ada kerugian sekitar US$ 54 juta yang dialami Indonesia. Berdasarkan catatan Kementerian Perdagangan, sebelum ada larangan tersebut, ekspor produk tembakau ke AS mencapai US$ 8,33 juta. Saat ini nilai itu semakin menurun lantaran AS merupakan negara tujuan ekspor utama rokok kretek Indonesia

Saat mengadakan pertemuan bilateral dengan AS di forum APEC 2013, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan Indonesia sudah meminta kepada Kepala Wakil Perdagangan Amerika (USTR) Michael Froman agar AS melaksanakan hasil keputusan Badan Penyelesaian Sengketa WTO. Menanggapi hal tersebut, AS kata Gita memohon agar Indonesia memberikan kesempatan untuk melakukan koordinasi dan kerja sama lebih lanjut dengan pihak Indonesia.

"Kita patuh ikut aturan AS dengan melakukan prosedur investigasi yang dilakukan oleh pihak AS, namun kami berharap hal ini tidak menjadikan hambatan bagi produk ekspor Indonesia," ujarnya.

Larangan masuk rokok Indonesia ke AS terjadi pada 2010. Otoritas AS tidak menghendaki adanya rokok dengan campuran cengkeh beredar di sana. Indonesia lantas menyampaikan keberatan ke WTO. Setelah melalui proses panjang, akhirnya gugatan tersebut dimenangkan Indonesia. Namun hingga saat ini ternyata pemerintah AS masih melarang peredaran rokok dengan campuran cengkeh tersebut.

Sebelumnya, Ketua Dewan Pembina Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Muhaimin Moefti menilai saat ini industri rokok dalam negeri semakin terdesak. Di satu sisi, industri rokok harus berhadapan dengan regulasi pemerintah lokal. Di sisi lain, Indonesia harus dihadapkan dengan regulasi dunia seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan WTO.

"Awalnya tujuan mereka mengendalikan industri rokok karena terkait bahaya kesehatan. Namun saat ini sudah bergeser menjadi pelarangan. Mereka ingin mematikan industri itu," serunya.

Bagi Indonesia industri rokok sangat penting karena selain berkontribusi besar ke pendapatan negara juga mampu menyerap jutaan tenaga kerja. Berdasarkan catatan AMTI, saat ini terdapat 2 juta petani tembakau, 12,5 juta petani cengkeh, dan 600 ribu pekerja pabrikan rokok.

Menurutnya, di pasar dunia, tembakau Indonesia dikenal memiliki kualitas yang unggul. Dia mengimbau kepada pemerintah agar bijak membuat keputusan terkait regulasi tembakau dan produk turunannya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini