TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), selaku regulator telekomunikasi akan mencermati rencana bisnis XL untuk 10 tahun ke depan guna membuat rekomendasi teknis yang tepat bagi kepemilikan frekuensi antara XL dan Axis.
“Salah satu yang kami minta untuk membuat kajian itu adalah dokumen dari XL terkait rencana bisnis 10 tahun mendatang,” ungkap M Ridwan Effendi, anggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia, Kamis (24/10/2013).
Menurut Ridwan, regulator tak main-main dalam membuat kajian teknis terkait nasib frekuensi XL-Axis, termasuk dengan melihat model laporan operator di Amerika Serikat ke Federal Communications Commission (FCC) dalam kasus merger, terutama tata cara penilaian kelayakan merger untuk sektor telekomunikasi.
“Pasalnya kami harus menjaga aset negara. Semua harus memahami frekuensi alat untuk berusaha bukan merupakan aktiva atau aset yang bisa dianggap sebagai bagian dari valuasi satu perseroan,” tegasnya.
Dia menjelaskan, tata cara pengalokasian, pencabutan dan lainnya tentang frekuensi yang dikelola satu operator ada dalam PP 53 Tahun 2000 di antaranya dinyatakan pemegang alokasi frekuensi radio tidak dapat mengalihkan alokasi frekuensi radio yang telah diperolehnya kepada pihak lain.
Berikutnya, izin stasiun radio tidak dapat dialihkan kepada pihak lain kecuali ada persetujuan dari Menteri. Sedangkan untuk frekuensi radio yang tidak digunakan lagi wajib dikembalikan kepada Menteri.
Anggota Komite BRTI, Nonot Harsono menambahkan, dalam melihat alokasi frekuensi yang pantas untuk XL dan Axis pascakonsolidasi adalah menghitung keseimbangan daya saing dengan modal frekuensi yang dimilikinya saat ini dan ke depan.
“Karena itu sangat penting rencana bisnis yang baru dari XL dan Axis dijadikan pembanding. Setelah itu dibuat kalkulasi teknis komitmen ke depan, diikuti evaluasi efisiensi spektrum saat ini dan ke depan. Dari situ bisa diprediksi pasca merger peta persaingan di industri seluler akan seperti apa,” jelasnya.
Komposisi kepemilikan frekuensi XL sendiri saat ini adalah 15 MHz atau setara tiga blok (8, 9, dan 10) di spektrum 2,1 GHz untuk layanan 3G. Sedangkan untuk 2G, XL juga punya di 1.800 Mhz dan 900 MHz, masing-masing 7,5 MHz.S Sementara Axis menduduki dua blok 3G di 2,1 GHz, yakni blok 11 dan 12. Sementara untuk 1.800 MHz memiliki lebar pita 15 MHz.
Dalam kajian yang dilakukan XL jika frekuensi Axis dikuasai maka terjadi pengurangan biaya operasional sekitar 800 juta dolar AS dengan belanja modal pada 2014 dihemat 40 persen-50 persen atau ada penurunan sekitar Rp 2 triliun.
Seperti diketahui, Menkominfo Tifatul Sembiring membentuk kelompok kerja (Pokja) untuk membuat kajian teknis terkait dampak konsolidasi XL-Axis.
Beredar kabar Pokja akan menyodorkan tiga opsi ke Menkominfo untuk memilih alokasi frekuensi bagi XL-Axis.
Opsi pertama, tidak ada frekuensi yang ditarik oleh pemerintah alias XL-Axis utuh mendapatkan kembali sumber daya alamnya.
Opsi kedua, menarik frekuensi selebar 5 MHz di 2,1 Ghz atau 3G, sehingga XL-Axis hanya memiliki 20 MHz di 3G dan 30 MHz di 2G.Opsi ketiga, menarik frekuensi selebar 5 Mhz di 2,1 GHz dan 5 MHz di 1.800 MHz sehingga XL-Axis nantinya hanya memiliki 20 MHz di 3G dan 25 Mhz di 2G.
Banyak kalangan berharap konsolidasi ini terealisasi dan menjadi pintu masuk terjadinya rebalancing di frekuensi mobile broadband yakni 900 MHz, 1.800 MHz, dan 2,1 GHz. Ketiga spektrum ini menyediakan bandwiitdh 2 x160 Mhz.
Pasalnya, dengan akan hadirnya teknologi Long Term Evolution (LTE) di 1.800 MHz, operator berbasis GSM akan membutuhkan minimal lebar pita di atas 10 MH di 1.800 MHz, disamping dibukanya implementasi teknologi netral di tiga spektrum yakni 900 MHz, 1.800 MHz, dan 2,1 Ghz.
Hal ini untuk menjaga agar layanan 2G dan 3G tetap berjalan guna melayani suara, SMS, dan data, sementara sekitar 10 MHz di 1.800 MHz didedikasikan untuk data berbasis LTE.
Kondisi saat ini, lima operator GSM tidak memiliki kesetaraan kepemilikan frekuensi walau masing-masing mengklaim agresif membangun jaringan.
Jika rebalancing terjadi dengan asumsi tersisa 4 operator GSM (Telkomsel, Indosat, XL, dan Tri), pemerintah bisa memberlakukan pembatasan kepemilikan frekuensi (spectrum cap) guna menjaga persaingan sehat diantara pemain.