KPC Tandatangani Kontrak Penyediaan Batubara PLTGB
TRIBUNNEWS.COM SANGATTA, - PT Kaltim Prima Coal (KPC), Rabu (13/11/2013), menandatangani kontrak penyediaan batu bara sebagai bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Gas Batu bara (PLTGB) Kabo.
Suplai batubara rencananya dimulai Februari 2014, dengan standar harga sesuai keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI. Demikian disampaikan Direksi PT Kutai Mitra Energi Baru (KMEB), Hamzah Dahlan.
"Saat ini, draft kontrak dengan PLN Wilayah Kaltim juga sudah ada. Namun diperlukan uang garansi dari KMEB sebagai prasyarat penandatanganan kontrak tersebut. "Saat ini Pemkab Kutim telah bersedia membantu memfasilitasi agar KMEB mendapatkan uang garansi tersebut," katanya, Rabu (13/11/2013).
Untuk penambahan dana guna menyelesaikan pembangunan PLTGB, Hamzah mengatakan pihak Bankaltim sudah menerbitkan SK plafon pemberian kredit potensial.
"Untuk pencairan kredit tersebut diperlukan tiga syarat, yaitu kontrak dengan KPC, kontrak dengan PLN wilayah Kaltim, juga penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan di kawasan PLTGB," katanya.
Kontrak dengan PLN tinggal menunggu uang garansi. Adapun penerbitan HGB, saat ini proses administrasi sudah sampai di Kepala BPN Kutim dan segera diteruskan kepada Kanwil BPN Kaltim. "BPN Kutim siap mempercepat prosesnya. Semoga minggu depan bisa selesai," katanya.
Hamzah mengatakan pihaknya mengkalkulasi plafon kredit dari Bankaltim cukup untuk membiayai penyelesaian pembangunan PLTGB. Namun ia tidak bersedia merinci plafon kredit yang ditawarkan.
Hamzah pun menyampaikan apresiasi dan terima kasih atas dukungan KPC, PLN, dan BPN dalam proses pembangunan PLTGB. "Pihak PLN pusat juga sudah menyatakan bahwa PLTGB Kabo merupakan salah satu percontohan di Indonesia untuk power plant tenaga gas di bawah 10 Mega Watt.
Sebelumnya, Hamzah mengatakan KMEB telah menyiapkan dokumen yang diperlukan untuk penerbitan HGB di BPN. "Lahan PLTGB itu milik Pemkab Kutim, yang diserahkan sebagai bentuk penyertaan modal. Nilainya sekitar Rp 15 miliar. Kami berharap BPN bisa mempermudah penerbitan HGB lahan tersebut. Sesegera mungkin," katanya.
Bilamana status HGB sudah terbit, Hamzah mengatakan kredit Bankaltim akan lebih mudah untuk diperoleh. KMEB, perusahaan swasta yang sahamnya mayoritas dimiliki Pemerintah Kabupaten Kutai Timur tersebut, telah mencapai kesepakatan dengan PLN untuk kerjasama pembelian listrik.
Harga pembelian pun sudah meningkat dari Rp 800 menjadi Rp 1.600 per Kwh. "Itu harga yang sangat bagus. Namun kami harus memberikan uang garansi agar kontrak bisa ditandatangani," katanya.
Uang garansi diperlukan untuk membangun kesalingpercayaan atau "mutual trust" bagi KMEB dan PLN. Uang garansi yang diperlukan sekitar Rp 6,3 miliar. Dan KMEB mengaku kesulitan untuk mendapatkan uang garansi tersebut.
Berdasarkan perhitungan KMEB, dengan kontrak pembelian listrik 9 Megawatt seharga Rp 1.600 per Kwh, KMEB bisa mendapatkan dana Rp 8,5 miliar per bulan. Skema tersebut dinilai akan menguntungkan. Karena setelah dipotong cicilan kredit dan biaya operasional, masih ada keuntungan yang relatif besar untuk perusahaan.
Sementara itu, tim operasional pembangunan PLTGB di Kabo menyatakan pekerjaan di tingkat lapangan sudah mencapai 80 persen. Masih ada beberapa item pekerjaan fisik dan pekerjaan teknis yang diperlukan.
Dua orang staff operasional KMEB, Adly dan Asrani, kepada wartawan mengatakan beberapa pekerjaan fisik yang masih akan dilakukan adalah pembangunan gudang penyimpanan batu bara, control room, dan conveyor untuk proses pengolahan.
"Kalau melihat secara keseluruhan, pekerjaan di lapangan mencapai 80 persen. Memang ada beberapa bangunan yang perlu ditambah. Namun secara umum, mesin-mesin dalam beberapa langkah siap untuk di-install," katanya.
Selain itu, jaringan untuk asupan listrik dan PLTGB ke PLN sudah terbangun. "Tinggal dihubungkan saja. Artinya, PLTGB ini sedikit lagi sedikit lagi siap untuk dioperasikan. Hanya terkendala pendanaan untuk melanjutkan. Termasuk uang garansi, sisa hutang pembelian mesin, dan hutang kepada kontraktor lokal untuk pekerjaan sipil," kata Adly.
Saat ini juga tidak ada lagi kontainer yang tertahan di pelabuhan. "Kontainer yang berisi mesin sudah datang. Bisa dilihat sendiri, kondisi mesin dalam keadaan baru, bukan rongsokan," katanya.
Saat ditanyakan target waktu penyelesaian, Adly optimistis pekerjaan bisa selesai dalam lima bulan. "Kalau ada pendanaan, kami yakin empat sampai lima bulan pekerjaan selesai. Yang penting bisa running dulu. Kalaupun ada beberapa pekerjaan fisik yang belum selesai, mungkin bisa dilanjutkan saat PLTGB sudah running," katanya. (kholish chered)