TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Surat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tanggal 13 Desember 2013 melayang ke ruang pimpinan Komisi XI DPR. Dalam surat tersebut, LPS meminta waktu rapat konsultasi terkait penanganan Bank Mutiara.
Wakil Ketua Komisi XI DPR, Harry Azhar, mengatakan, LPS tak menyebut detil topik pembahasan. Namun ia menduga, LPS akan meminta konsultasi terkait tambahan modal Rp 1,5 triliun ke Mutiara, nama baru Bank Century .
Maklum, menurut Harry, Bank Indonesia (BI) telah mengirim surat ke LPS. BI meminta LPS menyuntik dana sekitar Rp 1,5 triliun ke Bank Mutiara untuk meningkatkan rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) menjadi 14 persen.
Berdasarkan pemeriksaan BI, CAR Mutiara saat ini di bawah 8 persen. "Karena ada aset yang bodong setelah bailout," kata Harry. BI juga mengoreksi pencatatan kualitas kredit Mutiara, dari 2,89 persen menjadi 10,9 persen, lantaran pencatatan tidak sesuai ketentuan.
Padahal, berdasarkan laporan keuangan unaudited terkini yang tercantum di situs BI, Bank Mutiara tampak tidak memiliki masalah permodalan. Dengan modal inti Rp 1,08 triliun, rasio CAR Mutiara per Oktober 2013 sebesar 11,9 persen. Dengan modal di atas Rp 1 triliun, Mutiara naik kelas jadi bank umum berdasarkan kegiatan usaha (BUKU) II.
Lalu, apa yang menjadi biang kerok anjloknya CAR dan memburuknya kualitas kredit Mutiara? Ada dua penyebab Bank Mutiara membutuhkan suntikan jumbo, yakni pembengkakan kredit macet serta tunggakan pajak.
Menurut sumber KONTAN, penyebab paling besar adalah sejumlah debitur kakap Mutiara menghentikan cicilan sejak Mei 2013. Para debitur debitur kakap itu antara lain adalah grup usaha PT Trans Pacific Petrochemical Indotama, PT Selalang Prima International, PT Polymer Spectrum Sentosa, PT Trio Irama dan PT Catur Karya Manunggal.
Total kredit ke sejumlah debitur itu senilai Rp 411,5 miliar. Menurut dokumen yang diterima KONTAN, jika Mutiara mempailitkan mereka, tingkat pengembaliannya cuma 30 persen dari pokok.
Pengemplang lain adalah Enerindo. Masih menurut dokumen tersebut, Enerindo masih terafiliasi dengan pemilik lama Bank Mutiara, Robert Tantular. Jumlahnya Rp 174,6 miliar. Jika dipailitkan, tingkat pengembalian 0 persen.
Soal tunggakan pajak, ini berasal dari tunggakan pajak deposito Bank Mutiara periode 2005-2008 senilai Rp 100 miliar. "Tunggakan itu baru terbongkar sekarang," kata sumber KONTAN yang lain.
Rohan Hafas, Sekretaris Perusahaan Bank Mutiara, mengatakan untuk memenuhi aturan BI, Bank Mutiara harus memenuhi ketentuan internal capital adequacy assessment profile (ICAA) yang mengatur CAR hingga 14 persen. "LPS sebagai pemegang saham diwajibkan menyetor biaya penanganan bank," katanya kepada KONTAN, kemarin.
Deputi Gubernur BI, Ronald Waas, menolak memberi penjelasan tentang hasil pengawasan individual bank. (KONTAN/Ahmad Febrian, Nina Dwiantika, Issa Almawadi)