News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Harga Elpiji Naik

Pertamina Sebenarnya Tidak Rugi

Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pekerja menurunkan tabung gas elpiji ukuran 12 kilogram yang akan disalurkan ke agen di Puri Legenda, Batam, Senin (6/1/2014). Pemerintah pusat resmi menaikkan harga gas elpiji sebesar Rp 1.000/kg yang sebelumnya mengalami kenaikan Rp 3.500/kg untuk tabung gas elpiji ukuran 12 kg. Tribun Batam/Argianto DA Nugroho

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Pertamina mengalami kerugian hingga Rp 7,7 triliun gara-gara menjual elpiji kemasan 12 kg di bawah harga pokok produksi. Namun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan secara keseluruhan badan usaha milik negara itu dalam kondisi untung.

Ketua BPK, Hadi Purnomo, mengatakan ada unit usaha PT Pertamina (Persero) yang mengalami kerugian sehingga harus menaikkan harga gas.

"Pertamina kan banyak unit usahanya, satu di antaranya adalah gas. Gas ini memang dijual di bawah harga pokok sehingga ada potensi kerugian perusahaan pada 2011 hingga Oktober 2012 mencapai Rp 7,7 triliun.  Tapi secara keseluruhan pertamina itu untung," kata Hadi di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Selasa (7/1/2013).

Pertamina sempat menaikkan harga elpiji kemasan 12 kg sebesar Rp 3.959 terhitung sejak 1 Januari 2014. Setelah mendapat protes dan ada permintaan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Pertamina merevisi kenaikan harga menjadi Rp 1.000 per kg sejak Selasa.

Anggota BPK, Ali Masykur Musa menyatakan Pertamina tidak fair menggunakan hasil audit BPK untuk menaikkan harga elpiji kemasan 12 kg sebesar Rp 3.959 per kg.

"Pertamina mengambil satu sisi saja dalam melakukan aksi korporat sebagai dasar untuk menaikkan (harga elpiji). Ini tidak fair," kata Ali di Kantor Sekretariat Konvensi Demokrat.

Ali menuturkan, Pertamina terlalu berorientasi kepada keuntungan sehingga menaikkan harga elpiji kemasan 12 kg. Dikatakan, Pertamina juga mempunyai fungsi sebagai PSO (public service obligation) selain profit oriented. "PSO kan nggak harus untung," ucapnya.

Ali mengatakan, bila audit BPK menyatakan Pertamina mengalami kerugian akibat inefisiensi atau penyalahgunaan keuangan, dapat berdampak hukum.
Namun, sejauh ini kerugian Pertamina itu karena masalah mekanisme pasar sehingga tidak akan punya akibat hukum. "Revisi kenaikan harga menjadi Rp 1.000 per kg, saya rasa pemerintah bersikap bijak, karena masyarakat tidak mampu jika naik hampir Rp 4.000 per kg," katanya.

Sementara Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyebutkan, Indonesia masih perlu banyak impor untuk mencukupi kebutuhan elpiji dalam negeri. Saat ini 53 persen kebutuhan elpiji domestik didatangkan dari luar negeri.

Bambang menyebutkan, liquid petroleum gas (LPG) atau elpiji berbeda dari liqud natural gass (LNG). Elpiji merupakan produk sampingan dari tambang minyak sehingga jumlahnya tidak sebesar LNG yang dihasilkan, misalnya di Arun dan Tangguh. Adapun untuk elpiji, bahannya masih diimpor.

"Karena, elpiji ini memang tidak ada bahannya di Indonesia," tegas Bambang,

Sepanjang 2013, pemerintah telah menganggarkan subsidi elpiji tabung 3 kilogram sebesar Rp 30 triliun. Meski demikian, berdasarkan keterangan Direktur Jenderal Anggaran, Askolani, tagihan yang harus dibayar pemerintah nyatanya lebih tinggi, yakni sebesar Rp 40 triliun. Penyebabnya kurs rupiah melemah.

Menurut Bambang, kondisi ini masih jauh lebih baik dibandingkan sebelum konversi minyak tanah ke gas. "Bayangkan kalau masih pakai minyak tanah. Di satu sisi masih impor. Kedua, butuh subsidi lebih besar karena enggak mungkin kasih harga tinggi, karena (minyak tanah) untuk rakyat kecil kan," ujarnya. Eri Komar Sinaga/M Zulfikar/Tribunnews

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini