TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Merpati Nusantara Airlines sebenarnya sudah hampir ditutup sejak 2001 silam karena terus merugi. Bahkan utang Merpati tercatat cukup fantastis yakni Rp 2 triliun.
"Waktu itu opsi Merpati ditutup sudah ada. Asetnya Merpati yang bisa dijual kira-kira Rp 400 M. Waktu itu nanggung utang hampir Rp 2 triliun. Tapi (penutupan) tidak diambil karena kalau ditutup, pemerintah harus kucurkan dana talangan RP 3,7 trilun bayar utang dan pesangon," ujar Sunarsip, pengamat BUMN, di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (8/2/2014).
Untuk itu, lanjut Sunarsip, pemerintah menyuntikkan dana segar sebesar Rp 400 miliar dengan harapan keuangan Merpati pulih.
Pemerintah, kata dia, telah banyak melakukan usaha untuk memulihkan Merpati. Misalnya saja mencari investor dengan metode strategic sell. Namun, persoalannya adalah, dengan strategi semacam itu, penerbangan Merpati diposisikan sebagai maskapai perintis.
"Orang kan kalau mau bisnis dikasi space luas, tidak maskapai perintis. Dimana-mana memang tidak pernah untung besar perintis. Yang mungkin adalah dilakukan ubahlah regulasi penerbangan, atas hak konsesi merpati," kata dia.
Namun, perusahaan tersebut tak bisa diselamatkan dan kini memiliki utang hampir Rp 6,5 triliun kepada pemerintah dan BUMN.