TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR - Kantor Perwakilan Daerah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPD KPPU) Makassar menilai, pelabelan sertifikasi halal Majelis Ulama Indonesia (MUI) melanggar peraturan perundang-undangan.
Ketua KPD KPPU Makassar Ramli Simanjuntak, Senin (3/3/2014) mengatakan, MUI dasarnya bukan lembaga resmi yang ditunjuk mengatur regulasi tersebut. MUI hanyalah lembaga negara.
Apalagi, kata dia, konstribusi pemberian dana sertifikasi produk halal selama ini belum pernah diaudit. Bahkan, KPPU mencurigai dugaan monopoli pelabelan sertifikasi halal tersebut.
"Kalau begitu, kami bisa menilai ada monopoli di dalamnya. Apalagi, penyelenggaraannya tak diatur hukum," kata Ramli di sela-sela acara serah terima jabatan di Kantor KPD KPPU Makassar, Menara Bosowa, Senin (3/3).
Ia menjelaskan, KPPU akan melakukan kajian mendalam terkait dugaan tersebut. "Kami akan telusuri, sebab tindakan ini meresahkan pelaku usaha," ujarnya.
Ketua MUI Sulsel AGH Sanusi Baco mengatakan, pihaknya berhak mengeluarkan sertifikasi halal makanan dan minuman.
Sertifikasi halal menjadi hal yang penting dalam menjaga status beragama, sebagai orang yang hidup di negara mayoritas Muslim.
"Kami memutuskan apa yang difatwakan majelis dan atas permintaan. Sertifikasi MUI melibatkan beberapa lembaga seperti BPOM dan lainnya," jelasnya.
Sebelumnya, pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Jaminan Produk Halal yang menjadi inisiatif DPR sejak tahun 2006 belum juga selesai hingga akhir masa tugas periode 2009-2014.
Selain mengatur mengenai tarif dan PNBP, RUU juga akan mengatur lembaga yang berwenang memberikan sertifikasi halal. Usulan mengenai lembaga inilah yang menciptakan perdebatan panjang di internal Komisi VIII maupun dengan pemerintah. (cha)