TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Warga Desa Alang Alang, Kecamatan Muara Sabak Timur, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi, mendambakan bantuan mesin pengolahan sabut kelapa dari pemerintah. Pasalnya, warga desa yang dikenal sebagai salah satu penghasil buah kelapa terbesar di Jambi itu, harus direpotkan membuang dan membakar sabut kelapa seusai panen.
Demikian diungkapkan Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia (AISKI), Ady Indra Pawennari dalam siaran persnya seusai melakukan survey potensi sabut kelapa dan pertemuan dengan Kepala Desa Alang -Alang, Muhammad Yunus, Senin (14/4/2014).
Menurut Ady, mayoritas masyarakat Desa Alang-Alang yang berpenduduk sekitar 2.000 jiwa itu, menggantungkan hidupnya dari hasil perkebunan kelapa. Namun, sangat disayangkan, sabut kelapanya yang merupakan hasil samping dari perdagangan buah kelapa itu, belum dimanfaatkan menjadi komoditas bernilai ekonomi.
“Anda bisa bayangkan, sebuah desa dengan luas kebun kelapanya mencapai 3.500 hektar dan menghasilkan buah kelapa rata – rata sebanyak 100 ribu butir per hari harus membuang dan membakar sabut kelapanya. Padahal, sabut kelapa itu bisa menjadi sumber pendapatan alternatif masyarakat jika diolah menjadi coco fiber dan coco peat, ” ungkap Ady.
Ady menjelaskan, sabut kelapa jika diolah dengan menggunakan mesin pengurai dapat menghasilkan dua produk, yakni serat sabut kelapa (coco fiber) dan serbuk sabut kelapa (coco peat). Setiap butir sabut kelapa menghasilkan coco fiber sekitar 0,15 kilogram dan coco peat sekitar 0,39 kilogram.
Dalam perdagangan internasional, coco fiber digunakan sebagai pengganti busa dan bahan sintetis lainnya untuk produk industri spring bed, matras, sofa, jok mobil, karpet, keset kaki, tali dan lain – lain. Sedangkan coco peat lebih banyak digunakan sebagai media tanam, alas tidur hewan ternak dan pupuk organik untuk meningkatkan produktivitas lahan kritis dan pasca tambang.
“Nah, jika potensi sabut kelapa Desa Alang – Alang ini kita olah secara profesional, produk coco fiber yang dihasilkan sekitar 15 ton dan coco peat sekitar 39 ton per hari. Jika dikalkulasi dengan harga coco fiber di pasar internasional saat ini USD 385 per ton dan coco peat USD 185 per ton, maka Desa Alang – Alang kehilangan potensi pendapatan USD 12,990 atau Rp. 142,8 juta per hari,” papar Ady.
Ady berharap Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Pemerintah Provinsi Jambi dapat bersinergi dengan Direktorat Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian untuk menggarap potensi sabut kelapa ini. Jika diperlukan, AISKI siap berperan sebagai pendamping teknologi dan pemasarannya.
“Tahun Anggaran 2014 ini, Kementerian Perindustrian menganggarkan bantuan mesin IKM sabut kelapa sebanyak 6 unit untuk Sumatera Selatan dan Lampung. Sedangkan pada Tahun Anggaran 2013 lalu, bantuan serupa disalurkan untuk Provinsi Riau,” tambah Ady.
Warga Desa Alang Alang Dambakan Bantuan Mesin Sabut Kelapa
Editor: Hendra Gunawan
AA
Text Sizes
Medium
Large
Larger