TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) meminta industri farmasi mematuhi Keputusan Kepala Badan POM No HK.04.1.35.06.13.3534 tahun 2013 tentang Pembatalan Izin Edar Obat Mengandung Dekstrometorfan Sediaan Tunggal.
Pasalnya, sesuai ketentuan industri diberi waktu paling lambat 30 Juni 2014.
"Sampai saat ini penyaluran dan penggunaan Dekstrometorfan tunggal masih diizinkan, sampai dengan batas waktu 30 Juni 2014. Setelah batas waktu tersebut obat mengandung Dekstrometorfan tunggal dinyatakan sebagai obat ilegal dan harus dimusnahkan dengan disaksikan oleh petugas Balai Besar Balai POM setempat," kata Budi Djanu Purwanto, Kepala Bagian Humas BPOM dalam keterangan tertulis, Kamis (22/5/2014).
Menurut dia, sesuai dengan Surat Keputusan Kepala Badan POM tentang Pembatalan NIE obat mengandung Dekstrometorfan Tunggal dan Karisoprodol, Badan POM meminta kepada Industri farmasi yang memiliki NIE dekstrometorfan tunggal untuk secara berkala tiap bulan melaporkan jumlah bahan baku, bahan pengemas, dan obat jadi termasuk sediaan kombinasi (jika ada) paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya kepada Kepala Badan POM.
Menurut dia, jumlah bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, produk jadi obat yang mengandung Dekstrometorfan sediaan tunggal, serta hasil penarikan dan pemusnahan dilaporkan selambat-lambatnya tanggal 30 Juni 2014 kepada Badan POM.
Dia mengakui bahwa GP farmasi dan IPMG melalui beberapa anggotanya pernah meminta Badan POM untuk meninjau kembali pembatalan izin edar tersebut.
"Mereka menyatakan bahwa pemberian Nomor Izin Edar oleh BPOM sudah melalui mekanisme dan kajian terhadap keamanan, khasiat dan efeknya sehingga apabila terjadi penyalahgunaan obat, langkah yang diambil seharusnya bukan pencabutan izin edar namun pengawasannya yang lebih ketat," katanya.
Selain itu, katanya, banyaknya tanggapan produsen karena industri farmasi sudah ditetapkan sebagai pemenang tender pengadaan e-catalog tahun 2013, sehingga akan menimbulkan kerugian yang sangat besar jika penarikan dilakukan dalam waktu yang sangat sempit.
Namun, menurut dia, pihak BPOM tetap konsisten menjalankan kebijakan tersebut, mengingat beberapa tahun terakhir, kasus penyalahgunaan dekstrometorfan di masyarakat semakin meningkat dan mencapai kondisi yang mengkhawatirkan serta memprihatinkan.
"Kasus penyalahgunaan dekstrometorfan hampir terjadi di seluruh wilayah tanah air. Bahkan di wilayah Jawa Barat status penyalahgunaan dekstrometorfan sudah mencapai tingkat Kejadian Luar Biasa (KLB) dimana pemakaian narkoba di wilayah ini sudah bergeser dari shabu, putaw, ekstasi, ganja, valium, dan metadon ke dekstrometorfan tablet," jelasnya.
Apalagi, kondisi yang lebih memprihatinkan bahwa penyalahguna tertinggi obat ini adalah para remaja/pelajar mulai dari usia sekolah menengah atas bahkan usia sekolah dasar.
Obat mengandung Dekstrometorfan tunggal dalam dosis yang ditetapkan dapat memberikan efek terapi, namun penggunaan dalam dosis tinggi menimbulkan efek euforia dan halusinasi penglihatan maupun pendengaran.
Intoksikasi atau overdosis Dekstrometorfan dapat menyebabkan hipereksitabilitas, kelelahan, berkeringat, bicara kacau, hipertensi, dan mata melotot (nystagmus). Apalagi jika digunakan bersama dengan alkohol, efeknya bisa sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian.
Badan POM, melakukan pengkajian dan pembahasan sejak 2011 dengan narasumber dan lintas sektor terkait untuk mengeluarkan rekomendasi tindak lanjut terkait permasalahan ini.
"Pada Juni 2013 ditetapkan bahwa tindak lanjut dari pelanggaran tersebut adalah pembatalan persetujuan NIE obat mengandung Dekstrometorfan Tunggal," ujarnya.