TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memaparkan rasio utang negara turun selama memimpin Indonesia 10 tahun.
Pada tahun 2004 utang negara mencapai 56,6 persen dari produk domestik bruto (PDB), mengalami penurunan di 2014 sekitar 25,6 persen.
"Prinsip kehati-hatian fiskal dan pengamanan risiko fiskal juga kita terapkan dalam pengelolaan utang kita," ujar Presiden SBY dalam pidato penyampaian RAPBN 2015 disertai Nota Keuangannya di gedung DPR, Jumat (15/8/2014).
Presiden SBY menegaskan rasio utang akan terus dijaga keseimbangannya di tahun-tahun mendatang.
Sehingga anggaan negara menurut Presiden SBY tidak mudah terpengaruh oleh gejolak keuangan domestik maupun global.
"Sekaligus untuk makin memperkokoh kemandirian fiskal kita," ungkap Presiden SBY.
Presiden SBY menjelaskan peran APBN sebagai instrumen kebijakan meredam gejolak ekonomi dan keuangan, selalu dipadukan dengan langkah-langkah bidang moneter, keuangan, dan kebijakan sektoral yang relevan.
Presiden SBY memberi contoh pada 2008 ketika terjadi krisis keuangan global, sejumlah pengamat menyebutnya sebagai krisis keuangan terdahsyat yang dialami dunia sejak krisis tahun 1929.
'Kita merespon dengan melakukan penyesuaian mendasar APBN kita, disertai langkah-langkah taktis dan cpat di bidang moneter dan perbankan serta di sektor terkait," jelas Presiden SBY.
Langkah kebijakan tersebut menurut Presiden SBY, berhasil meminimalkan dampak krisis pada perekonomian nasional.
Hal itu kemudian membangkitkan perekonomian nasional kembali.
"Hal yang sama juga kita lakukan pada tahun 2013-2014 ini untuk skala krisis ekonomi yang lebih kecil," kata Presiden SBY.