TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kelangkaan BBM mulai muncul di beberapa daerah menyusul wacana kenaikan harga BBM karena komsumsi BBM melebihi batas maksimal 46 juta kiloliter sebagaimana diamanatkan dalam UU APBN-P 2014 dan minimnya fiskal dalam APBN 2015.
Menghadapi kenyataan ini, Peneliti Populis Institute, David K. Alka, menyatakan pemerintahan SBY harus bertanggungjawab dan harus jujur kepada publik atas persoalan yang sangat serius itu.
"Saya berpendapat, Presiden SBY harus mengatasi masalah kelangkaan BBM di beberapa daerah, karena hal tersebut dapat menjadi masalah serius bagi stabilitas ekonomi.
Bahkan, jika tidak diantisipasi dengan serius, tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan goncangan politik," kata David di Jakarta, Senin (25/8/2014).
David menyatakan, SBY mesti bertanggungjawab atas kelangkaan BBM sehingga publik tidak curiga bahwa SBY sengaja meninggalkan warisan yang dapat membebankan pemerintahan Jokowi.
Kelangkaan BBM ini sangat mengganggu transisi dari pemerintahan SBY ke pemerintahan Jokowi.
"Akan sangat bijak jika SBY jujur menyampaikan publik persoalan serius perihal komsumsi BBM dan beban yang ditanggung oleh APBN 2015 terkait dengan subsidi BBM.
Langkah ini akan menyelamatkan fiskal 2015 dalam rangka menjaga stabilitas politik dan stabilitas ekonomi," tandasnya.