TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bank-bank besar disinyalir menjadi pemicu perang bunga deposito antar bank di Indonesia. Tidak hanya deposito, hal serupa juga terjadi pada bunga kredit.
Kepala Divisi Risiko Perekonomian dan Sistem Keuangan Group Manajemen Risiko II Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), M. Doddy Ariefianto, mengungkapkan bahwa kenaikan bunga deposito sudah mulai terjadi sejak kuartal III 2013. Sejak Juli 2013 hingga Juli 2014, kecenderungan bunga masih terus naik, tapi sudah cukup melambat.
"Kita pakai data tertinggi, terendah, dan rata-rata itu tumbuhnya sekitar 50 (basis poin/bps) di kuartal I, di kuartal II sampai 30 (bps), terus kuartal III ini sekitar 20 bps. Kami harap di kuartal IV bisa lebih rendah," ujarnya di jakarta, Selasa (23/9/2014).
Menurut Doddy, bank umum kegiatan usaha (BUKU) 1 dan BUKU 2 sadar dengan kondisi ini. Mereka sadar profil nasabah yang akan mereka serap dengan bunga seperti sekarang ini. Bank yang masuk dalam kategori BUKU 1 dan BUKU 2 akan berhati-hati. Pasalnya, dengan deposito berbunga 11 hingga 12 persen, bunga kredit bisa mencapai 20 persen.
Doddy ragu, nasabah akan sulit menyediakan return sebesar itu. Sementara itu, pertarungan di antara bank besar, khususnya yang menangani dana-dana raksasa, masih ada.
"Kita bicara sekarang share. Dalam satu atau setengah tahun ini share nasabah yang minta kayak begitu di bank-bank buku besar itu meningkat. Lumayan, sekitar 10 sampai 20 persen. Biasanya bank-bank sebesar itu, paling share nasabah yang doyan bunga itu rekeningnya cuma 15, 20 (persen). Sekarang jalan ke 25 bahkan Buku 3 bisa hampir 30 persen," pungkasnya.