TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kegiatan usaha minyak dan gas bumi memiliki peranan penting bagi perekonomian negara. Karena itu, kegiatan minyak dan gas bumi merupakan bagian dari objek vital nasional (obvitnas). Meski sudah masuk dalam wilayah obvitnas, berbagai kegiatan pencurian minyak (illegal tipping) atau illegal drilling, masih marak terjadi.
“Salah satu penyebab maraknya aksi illegal tipping atau illegal drilling karena lemahnya penegakan hukum,” ujar Totok Daryanto, Anggota Komisi Energi (VIII) DPR, Rabu (24/9/2014).
Persoalan illegal drilling, lanjut Totok, merupakan persoalan kompleks dan sudah lama terjadi. Bahkan, kegiatan “haram” ini menjadi incaran banyak pihak sebagai sumber penghasilan. Karena itu, perlu dilakukan penanganan dengan baik sehingga usaha untuk meningkatkan pendapatan negara dari migas serta memenuhi lifting bisa terpenuhi dan kondisi sosial kemasyarakatan di sekitar lokasi migas tetap kondusif.
“Ini masalah lama yang terus terjadi bahkan sudah menjadi dosa bersama,” ungkap anggota DPR dari Partai Amanat Nasional ini.
Aktivitas pengeboran sumur minyak tanpa izin marak di berbagai daerah, terutama di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan. Di kabupaten tersebut, dari 1.500 sumur tua, sekitar 500 dieksploitasi secara ilegal. Berdasarkan data dari Polres Muba, pada 2013 ditangani 178 kasus illegal drilling, illegal tapping dan illegal mining. Sementara hingga September tahun ini, aparat berhasil mengani 40 kasus.
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar Bobby Adhityo Rizal, menegaskan aktivitas ilegal seperti pencurian minyak yang marak di Muba wajib segera dibereskan. Namun, dia memperingatkan harus terlebih dahulu disepakati pengertian illegal drilling itu seperti apa. “Yang dimaksudkan aktivitas illegal drilling itu seperti apa? Itu harus ditentukan bersama sehingga bisa dilihat mana yang merupakan tindak pidana,” katanya.
Pengamat polisi, pertahanan dan keamanan dari Universitas Padjadjaran (Unpad ) Badnung Muradi PhD mengungkapkan, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya illegal tipping atau illegal drilling. Pertama, melalui pendekatan preemtif, kemudian pendekatan preventif terakhir melalui penegakan hukum.
Selain penjagaan lapangan migas yang merupakan objek vital nasional baik yang dilakukan oleh TNI maupun Kepolisian, internal perusahaan pun biasanya juga memiliki tenaga kemanan yang juga direkrut dari pensiunan TNI atau Polri. Tenaga pengamanan baik dari TNI/Polri maupun pengamanan internal, bisanya memiliki cara yang efektif dalam melakukan pendekatan preemtif tersebut.
“Mereka biasanya sudah berpengalaman dan memiliki cara dalam melakukan pendekatan personal dalam melaksanakan pola preemptif,” ujar lulusan Flinders University ini lagi.
Begitupun untuk pendekatan preventif, TNI atau Polri serta tenaga keamanan internal bisa melakukan kerjasama dalam melakukan pemantauan terhadap lokasi atau jalur pipa serta fasilitas migas lainnya. Sementara kegiatan penegakan hukum, hanya bisa dilakukan melalui delik aduan yang dilakukan oleh perusahaan. Tanpa delik aduan, penegakan hukum tidak bisa dilakukan, kecuali penangkapan tangan.
Dari tiga pendekatan tersebut, Muradi lebih menekankan pada pendekatan Preemptif. Pendekatan ini menurutnya jauh lebih efektif serta meminimalisir berbagai dampak negatif. “Biasanya, mereka yang melakukan kegiatan ini, adalah mereka mungkin juga pernah bekerja di perusahaan tersebut,” ujarnya.
Dia yakin, dengan pendekatan preemtif serta kerjasama yang baik antara pengamanan dari TNI maupun Polri serta pengamanan internal, kegiatan illegal tapping atau illegal drilling bisa diminimalisir.
Muradi juga meminta kepada perusahaan untuk melakukan pendataan kembali terhadap sumber-sumber minyak yang masih produktif dan ekonomis serta lokasi yang sudah tidak ekonomis lagi. Lokasi yang tidak ekonomis, pengelolaaanya diserahkan kepada negara atau daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sementara yang masih ekonomis dan produktif dijalankan oleh Pertamina.
Kepolisian Daerah Sumatera Selatan (Polda Sumsel) sepanjang Januari 2014 hingga sekarang berhasil mengamankan 425.980 liter minyak bumi dan 6.980 liter BBM ilegal jenis solar. Sebanyak 30 tersangka kini sedang menjalani proses hukum di pengadilan Palembang. Kapolda Sumsel Irjen Pol Saud Nasution mengatakan maraknya kasus pengeboran minyak ilegal disebabkan surat perizinan untuk pengolahan sumur tua di wilayah Muba masih terkendala.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Edi Saputra Hasibuan menilai kasus illegal drilling terjadi karena adanya pembiaran dan kurangnya perhatian dari pemerintah pusat. Proses perizinan dari masyarakat untuk mengelola sumur-sumur tua selalu terhambat sehingga muncul pengeboran minyak ilegal.
Sebelumnya, pemerintah telah menawarkan 13 ribu sumur minyak bumi tua kepada KUD dan BUMD untuk diproduksi kembali, melalui kerja sama Kontrak Jasa dengan KKKS dan PT Pertamina. Langkah ini diharapkan bisa menambah produksi minyak nasional sekitar 5 ribu hingga 12 ribu barel per hari (bph).
Saat ini diperkirakan terdapat sumur tua minyak bumi aktif 745 dan nonaktif 13.079. Sebagian besar berada di wilayah kerja migas PT Pertamina. Sebagian lainnya berada di wilayah kerja perusahaan KKKS. Sumur tua yang tersebar di berbagai lokasi di Indonesia ini adalah sumur yang dioperasikan hingga 1970. Kerja sama kontrak jasa berlaku 5 tahun dan dapat diperpanjang. Kontrak harus mendapat persetujuan Dirjen Migas Kementerian ESDM dan wajib diketahui SKK Migas.
Mempertimbangkan sumur-sumur tua ada yang berlokasi di dua wilayah kabupaten, maka KUD atau BUMD yang berminat wajib mendapat rekomendasi dari pemerintah kota/kabupaten dan provinsi. Produksi minyak seluruhnya harus diserahkan kepada negara melalui KKKS. Pihak BUMN/KUD berhak mendapat imbal jasa. Selama 2012, pemerintah telah menerbitkan persetujuan bagi 5 KUD untuk memproduksikan minyak bumi pada sumur tua dengan total sumur yang dikelola sebanyak 280 buah.
Pemetaan dan Identifikasi
Totok mengatakan, Pertamina, selaku pemegang konsesi untuk kembali melakukan pemetaan dan identifikasi terhadap sumur-sumur yang masih produktif dan ekonomis. Sementara untuk sumur-sumur yang tidak lagi ekonomis, diserahkan kepada negara selanjutnya pengelolaanya melalui koperasi.
Namun karena kegiatan migas merupakan kegiatan yang memiliki risiko tinggi, masyarakat atau koperasi harus diberikan pelatihan bagaimana mengelola minyak dengan baik dan benar.
“Tidak sembarangan orang bisa mengerjakan kegiatan ini (migas). Karena itu, perlu dibekali pelatihan,” ungkapnya lagi.