TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Jelang penghujung tahun 2014, pasokan surat utang negara (SUN) di pasar primer kian menipis. Hal ini dapat meningkatkan harga SUN di pasar sekunder jika tingkat permintaan konsisten tinggi seperti sekarang.
Mengutip data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU), per 27 Oktober 2014, pemerintah telah menerbitkan SUN sebesar Rp 421,2 triliun atau 98% dari target gross sepanjang tahun 2014 yang sebesar Rp 429,78 triliun. Jika ditambah pada hasil lelang SUN terakhir, pemerintah hanya kekurangan Rp 1,66 triliun untuk memenuhi target tersebut.
Analis Millenium Danatama Indonesia, Desmon Silitonga mengatakan hampir terpenuhinya target pemerintah tersebut, akan meningkatkan harga serta yield SUN di pasar sekunder. Hal ini terlihat dari yield SUN tenor 10 tahun yang saat ini telah turun hingga mencapai level 7,8%, per 5 November 2014.
“Ini karena faktor permintaan investor cukup tinggi,” ujar Desmon. Lanjutnya, hal ini dibuktikan dengan hasil lelang terakhir yang kelebihan penawaran hingga 4 kali lipat lebih dari target indikatif.
Menurut Desmon hal ini dapat terjaga hingga akhir tahun 2014. Pasalnya laju inflasi Oktober yang sebesar 4,83% dinilai cukup terukur bagi investor. Sementara investor kini tengah menyoroti rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubdisi.
Jika rencana tersebut jadi direalisasikan, maka porsi impor minyak dan gas pada neraca perdagangan akan berkurang sehingga dapat menekan defisit neraca transaksi berjalan.
Lanjut Desmon, investor akan tetap memburu SUN di pasar sekunder meski tidak seagresif sekarang. “Ini karena kenaikan BBM akan meningkatkan inflasi. Sehingga investor tetap akan menunggu inflasi stabil,” ujar Desmon.
Ia memproyeksikan jika BBM bersubsidi dinaikkan pada tahun ini, maka yield SUN tenor 10 tahun bisa naik kembali ke level 8,2% hingga 8,5% pada akhir tahun. Tingkat yield ini bisa kembali pulih sekitar 3 bulan pasca kenaikan BBM.
Di satu sisi, jika pemerintah tidak jadi menaikkan harga BBM tahun ini, Desmon memprediksi kondisi SUN di pasar sekunder justru akan terkoreksi karena minimnya tingkat permintaan investor. “Ditambah lagi pasokan SUN tahun ini sudah sangat banyak akibat strategi front loading pemerintah pada awal tahun ini,” terang Desmon.
Untuk menyikapi hal tersebut, Desmon menyarankan agar investor menunggu kepastian kapan dan berapa harga BBM akan dinaikkan. Di samping itu, investor juga wajib mencermati pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
Pengamatan nilai tukar ini berguna untuk memprediksi minat investor asing pada SUN domestik. Semakin rupiah melemah, maka semakin tinggi pula resiko nilai tukar mata uang (risk currency) yang harus dihadapi investor sehingga mengurangi minatnya di pasar SUN domestik.
Saat ini investor asing masih mendominasi kepemilikan SUN. DJPU mencatat per 31 Oktober 2014, investor asing menguasai 37,8% (Rp 459,86 triliun) dari total SUN yang dapat diperdagangkan. (Muhammad Falih)