TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih mencari cara untuk mengurangi emisi dari sisa pembuangan pembangkit listrik yang menggunakan batubara. Hal itu harus cepat dicarikan solusi sebab rasio elektrifikasi dalam negeri ditopang oleh komoditas batubara.
"Karena itu harus dicari dan dikembangkan teknologi untuk mengurangi emisi," ujar Jarman, Rabu (12/11/2014).
Jarman menuturkan, pemanfaatan batu bara sebagai pembangkit listrik harus memperhatikan beberapa faktor, yakni keamanan pasokan, keekonomian, dan lingkungan. Isu lingkungan kerap menjadi sorotan terkait pemanfaatan batu bara tersebut. Maka dari itu diperlukan teknologi yang mumpuni untuk mengurangi emisi dari pemanfaatan batu bara.
"Diperkirakan hingga 10 tahun ke depan, batu bara akan tetap menjadi pemasok utama bahan bakar pembangkit di Asia Tenggara," ujarnya.
Lebih lanjut Jarman menerangkan, target elektrifikasi 99 persen harus didukung dengan pemangkasan proses perizinan dalam pembangunan pembangkit listrik. Sebab, selama ini penerbitan izin menjadi ganjalan proyek pembangkit listrik.
Seperti diketahui, untuk mewujudkan rencana pemerintah meningkatkan rasio sambungan listrik (elektrifikasi) hingga 99 persen dalam kurun waktu lima tahun ke depan, potensi batu bara Indonesia akan dioptimalkan.
Jarman mengatakan, rasio elektrifikasi nasional saat ini mencapai 82 persen. Untuk mencapai target 99 persen tersebut maka setiap tahunnya harus ada peningkatkan rasio elektrifikasi minimal tiga persen.
"Target tersebut tercapai dengan memaksimalkan potensi batu bara. Pasokan batu bara yang melimpah sebaiknya digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri," kata Jarman.