TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintahan Presiden Joko Widodo perlu membuat kebijakan kongkret untuk mendorong konversi energi dari bahan bakar fosil ke energi alternatif seperti gas (BBG) maupun bahan bakar nabati (BBN). Agar program sukses perlu menggandeng pabrikan otomotif nasional.
Tanpa kebijakan kongkrit, Indonesia akan mengalami krisis energi. Sebab saat ini cadangan minyak Indonesia tinggal 4 miliar barel atau 10 tahun lagi habis. Produksi minyak juga terus susut dari 1,41 juta barel barel per hari (bph) di akhir 2000, menjadi 798.000 bph di Oktober 2014.
Direktur Eksekutif Center For Energi And Strategic Reseorces (CESRI), Prima Mulyasari Agustini mengatakan, saat ini pemakaian BBM yang paling banyak berasal dari transportasi. Makanya, Pemerintah wajib koordinasi dengan produsen kendaraan bermotor, agar mereka segera memproduksi kendaraan hybird untuk hemat energi.
"Koordinasi antara pemerintah dengan produsen kendaraan penting, agar sektor ini memiliki bargaining position," katanya usai Workshop Reformasi Subsidi BBM, Kamis (20/11).
Menurut Prima, kebijakan kenaikan harga BBM seharusnya menjadi momentum untuk menggenjot program konversi energi. Misalnya momentum untuk mendorong masyarakat beralih ke bahan bakar gas.
Namun ia menyadari, sarana pendukung konversi ini juga belum lengkap. Misalnya untuk mendorong mobil pribadi mengkonversi bahan bakar dari BBM ke BBG, saat ini harga konverter kit masih tergolong mahal, sekitar Rp 15 juta per unit. Selain itu standar keselamatan dari konverter kit tersebut juga belum teruji saat harus diintegrasikan dengan kendaraan bermotor jenis tertentu.
Di sisi lain infrastruktur stasiun pengisian BBG juga masih terbatas. Akibatnya masyarakat enggan beralih dari BBM ke BBG.
Kepala Badan Perencanaan Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Agus Sugiyono mengklaim instansinya telah siap jika menjadi pelaksana pengadaan konverter kit. "Kami memberikan support tekonologinya, dan sudah melakukan pengkajian," jelas dia.
Sementara kebijakan lain seperti memaksa mencampurkan lebih banyak BBM baik solar maupun bensin dengan biodiesel dan bioetanol tak kunjung jalan. Dari target mencampur 10 persen-15 persen dari total pemakaian solar dan premium, realisasinya hanya 2 persen.
Karenanya, Mantan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo menyarankan agar dana penghematan subsidi BBM dipakai untuk membangun kilang bahan bakar nabati.(Pratama Guitarra)