TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi VI DPR RI, Achmad Hafisz Tohir menilai pengumuman hasil seleksi Calon Direksi Pertamina oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Mariani Soemarno, ditengarai bertentangan dengan ketentuan Instruksi Presiden (INPRES) No. 9 tahun 2005.
Menurut Achmad, proses seleksi yang calon Direksi Pertamina dilaksanakan secara tidak transparan dan berdasarkan atas keputusannya, bukan keputusan presiden selaku ketua tim penilai akhir (TPA).
"Hasil seleksi tim assessment boleh saja menjaring dari 10 calon menjadi 3. Namun setelah mejadi 3 calon dirut harus melewati fit & proper dari tim penilai akhir (TPA) yang diketuai Presiden," ujar Achmad melalui pesan singkatnya, Jumat (28/11/2014).
Inpres yang dimaksud Achmad yakni tentang Perubahan atas Instruksi Presiden Nomor 8 thn 2005 tentang Pengangkatan Anggota Direksi dan/atau Komisari/Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara.
Achmad menjelaskan, ada dua hal yang perlu dilalui oleh dalam proses seleksi direksi BUMN itu. Pertama, pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan harus dilakukan transparan dan akuntabel dengan memperhatikan pertimbangan menteri teknis yang lingkup tugasnya membidangi kegiatan usaha dari BUMN yang bersangkutan, serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kedua, Achmad melanjutkan, Menteri BUMN harus melaporkan dan menyampaikan hasil penjaringan calon anggota Direksi dan/atau Komisaris/Dewan Pengawas BUMN sebagaiman dimaksud dalam Diktum di atas.
Selain itu, disampaikan juga hasil uji kelayakan dan kepatutan sebagaimana dimaksud dalam diktum kedua kepada Tim Penilai Akhir (TPA) yang terdiri dari Presiden (sebagai Ketua), Wapres (sebagai Wakil Ketua), Menkeu, Meneg BUMN dan Seskab (sebagai sekertaris).
"Jadi Rini tidak boleh memutuskan sendiri Dirut Pertamina," kata Achmad.