TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Indonesia mengungkap temuan baru dalam tragedi pesawat Indonesia AirAsia bernomor penerbangan QZ8501.
Menurut investigasi KNKT setelah membaca data kotak hitam pesawat, pilot flying (yang menerbangkan pesawat) sebelum QZ8501 jatuh adalah kopilot, Rémi-Emmanuel Plesel.
Sementara itu, Kapten Pilot Iriyanto saat itu bertugas sebagai pilot monitoring (yang mengawasi indikator-indikator dalam pesawat).
Temuan tersebut diungkapkan oleh kepala penyidik KNKT, Mardjono Siswosuwarno, dalam acara jumpa pers yang digelar pada Kamis (29/1/2015) ini di Jakarta.
Mardjono menambahkan, semua awak pesawat benar memiliki sertifikat, dan kondisi pesawat saat itu juga dinyatakan layak terbang, sebelum berangkat dari Bandara Juanda, Surabaya, menuju Singapura pada 28 Desember 2014, dengan 162 orang di dalamnya.
Lumrah jika kopilot pegang kendali
Pengamat penerbangan Gerry Soejatman mengatakan, seorang kopilot yang menerbangkan pesawat adalah hal lumrah di semua maskapai di seluruh dunia.
"Kalau tidak, kapan kopilot bisa menambah pengalaman?" ujar Gerry saat dihubungi Kompas.com melalui telepon.
Untuk diketahui, dalam fase cruising, pilot flying biasanya mengandalkan mekanisme autopilot. Pilot flying pada umumnya hanya mengubah beberapa parameter, seperti heading dan ketinggian jelajah sesuai instruksi ATC. Selebihnya, komputer yang bekerja.
Menurut keterangan pihak AirAsia Indonesia pada Minggu (28/12/2014), kopilot Rémi-Emmanuel Plesel memiliki 2.247 jam terbang. Artinya, Rémi setidaknya telah bekerja di AirAsia Indonesia selama dua tahun.(Reska K. Nistanto)