TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lion Air kini menjadi sorotan tajam di tanah air hingga dunia internasional gara-gara ribuan penumpangnya terlantar akibat delay berkepanjangan.
Delay sejak Kamis (19/2)hingga Jumat (20/2/2015) menjadi delay paling lama. Tidak hanya di Jakarta, penundaan dan pembatalan juga terjadi di hampir semua bandar udara di tanah air.
Tak bisa dipungkiri, Lion Air kini menjadi maskapai paling populer di Tanah Air. Meski kerap dikeluhkan karena seringnya jadwal penerbangan tertunda, maskapai ini tak pernah sepi penumpang. Sesuai dengan logonya, Lion memang makes people fly.
Rusdi Kirana dalah sosok pengusaha di balik maskapai penerbangan berharga tiket murah ini. Awal tahun 2014 Rusdi mulai terjun ke kancah politik. Ia didapuk menjadi Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Pada 19 Januari 2015 lalu, Rusdi Kirana dilantik menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).
Siapakah Rusdi Kirana? Bagaimana kiprah dan mimpinya membangun bisnis di atas langit?
Berikut wawancara wartawati Majalah Angkasa, Reni Rohmawati, dengan Rusdi Kirana beberapa tahun lalu. Petikan wawancara ini pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Desember 2013, dengan judul asli “Rusdi Kirana: Sosok Misteri – Who Makes People Fly.”
Siapakah Rusdi Kirana? Namanya sering disebut, tapi sosoknya tak banyak dikenal, apalagi setenar Lion Air. Sepanjang kehadirannya, maskapai penerbangan nasional yang terbang perdana pada 30 Juni 2000 ini menorehkan banyak hal yang mencengangkan.
Dengan mottonya, “We Make People Fly”, Lion Air berhasil menerbangkan sekitar 36 juta penumpang tahun 2013, pangsa pasarnya mendekati 45 persen untuk penumpang domestik. Sementara pada 2012 pangsa pasarnya 41,22 persen.
Banyak cerita menarik mengenai maskapai yang didirikannya bersama sang kakak, Kusnan Kirana.
“Lion itu tiap hari diomelin. Benar diomelin Pak Chappy (Chappy Hakim, pengamat penerbangan,), salah apalagi. Tiap hari!” kata Rusdi Kirana.
Dalam Task Force Aerospace Diaspora, Agustus lalu, ia pun mengatakan, “Di luar negeri saya punya leverage, tapi di dalam negeri saya sering dimarahi wartawan.”
Rusdi Kirana memiliki leverage sejak ia menorehkan sejarah dalam industri dan bisnis penerbangan dunia. Catat saja, pesanan 230 pesawat dari pabrikan Boeing senilai 21,7 miliar dolar AS atau Rp 195,2 triliun, yang disaksikan Presiden AS Barack Obama, pada 18 November 2011 di sela-sela KTT Asia Timur di Bali.
Kesepakatan ini menciptakan lebih dari 100.000 lapangan kerja di Amerika Serikat untuk jangka waktu panjang. Sampai saat ini, Lion Air bahkan sudah memesan 408 pesawat dari boeing.
Dunia penerbangan pun kembali dibuat tercengang dengan pemesanan 234 pesawat dari pabrikan Airbus senilai 18,4 miliar Euro atau setara Rp 230 triliun. Penandatanganan kesepakatannya berlangsung di Istana Kepresidenan Champs Elysees, Paris, yang disaksikan Presiden Prancis Francois Hollande pada 18 Maret 2013.
Hollande berterima kasih karena pemesanan itu mampu mengamankan 5.000 pekerja selama 10 tahun ke depan dan membantu perekonomian Prancis yang tengah dilanda krisis.
Belum lagi pesanan 60 pesawat jenis ATR 72 dari Prancis, beberapa pesawat Hawker 900, dan saat ini sedang menjajaki untuk pemesanan pesawat C-series dari Bombardier, Kanada.
Industri penerbangan nasional, PT Dirgantara Indonesia (DI), juga tak ketinggalan menjadi incarannya. Produk baru pesawat N-219, yang masih dalam tahap preliminary design, disebut-sebut akan dipesannya sebanyak 100 unit.
“Kita harus punya 1.000 pesawat dan sekarang sudah pesan sekitar 700 pesawat. Sudah datang 120-130 pesawat,” ungkap Rusdi.
Pada suatu sore awal Oktober 2013 di Kemang, Jakarta, Reni Rohmawati dari Majalah Angkasa, berbincang dengan pendiri dan CEO Lion Air Rusdi Kirana. Perbincangan sore itu sempat diselingi pertemuan dengan pemilik Kem Chicks, Almarhum Bob Sadino. Sambil minum Kopi Bob dan makan pisang goreng, pertemuan itu terasa menyegarkan.
Ini obrolan Rusdi dan Bob antara serius dan bercanda, ditingkahi tawa berderai keduanya. “Pak Bob boleh jadi bintang iklan Lion Air: low cost, tapi high profile. Itu Lion Air,” ucap Rusdi.
“Tapi saya tak pernah naik Lion Air. Orang lebih kenal Kem Chicks daripada Lion Air,” jawab Bob, seraya menegaskan bahwa sejujurnya, ia tak pernah terbang dengan Lion Air karena tak ada kelas bisnis.
“Aku bukan tak tahu. Lion di mana-mana ada, tapi tak kelihatan sama aku. Ini bukan maksud menghina. Artinya ada dua: aku ingin tahu Lion Air seperti apa atau Lion memang bukan kelas gua!”
Beberapa saat kemudian, Bob menanyakan keseriusan Rusdi atas tawarannya itu. “I will. Pak Bob pantas untuk jadi bintang iklan Lion Air; penampilan sederhana, duitnya banyak. Kalau ada yang ngomelin, nanti bantuin sama Pak Bob omelin,” ujar Rusdi.
“Ok, you make me fly by Lion! Kita bantu Lion untuk jadi iklannya,” kata Bob. (Angkasa/Intisari/Kompas.com)