TRIBUNNEWS.COM - Beternak sapi dan menjadi penyadap karet adalah pekerjaan rutin warga desa Simpang Empat, Padang Harapan, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.
Sebagai peternak, setiap satu keluarga rata-rata memiliki satu ekor hingga dua ekor sapi.
Agus Patra, Ketua Kelompok Tani Tunas Jaya mengatakan, total populasi sapi di desanya lebih dari 25 ekor. Banyaknya hewan ternak membuat mereka kewalahan membersihkan kotorannya.
Maklum saja, dalam sehari total kotoran sapi bisa lebih dari 20 kilogram (kg). Selama ini, peternak hanya memanfaatkan kotoran sapi sebagai pupuk pohon karet yang ada di sekitar rumah mereka. “Tapi kan proses pemupukan tidak setiap hari,” katanya.
Tidak habis akal, Agus Patra mencoba memanfaatkan kotoran sapi menjadi gas metana (CH4) yang dapat digunakan sebagai penganti gas elpiji.
Laki-laki berkulit gelap ini mengaku ikut dalam pelatihan yang diselengarakan oleh Yayasan Dharma Bhakti Astra di wilayahnya.
Untuk membuat seluruh peralatan dan mendapatkan gas metana hanya dibutuhkan waktu sekitar enam bulan. Persiapannya antara lain membuat sumur kecil yang sudah di semen, alat putar, pipa, dan tandon.
Untuk membuat satu peralatan lengkap dibutuhkan modal sekitar Rp 9 juta.Agus bilang, proses pembuatannya cukup mudah. Pertama, mencampurkan 30 kg kotoran sapi basah dengan 30 liter air kemudian diaduk hingga menjadi bubur dan terurai.
Nantinya, gas yang dihasilkan akan masuk ke dalam pipa selang dan ditimbun di dalam tandon. Baru setelah itu gas siap digunakan. Karena keterbatasan pipa selang, saat ini gas Ch4 tersebut baru digunakan oleh oleh warga setempat yang memanfaatkannya untuk kegiatan memasak, seperti menggoreng keripik produksi desa setempat.
Sekedar Informasi, selain menjadi penyadap karet, para warga juga berprofesi sebagai petani kentang dan mengolahnya menjadi keripik. Berkat gas CH4, kini Agus dan anggota kelompok taninya bisa meraup untung lebih besar dari mengolah keripik kentang.
Bila sebelumnya hanya meraup keuntungan sebesar Rp 4.000 per kg, kini naik menjadi Rp 7.000 per kg. Dalam sehari mereka dapat memproduksi 200 kg keripik kentang. Hasilnya mereka pasarkan ke sejumlah toko kue di wilayah Banjar dan sekitarnya.
Ke depan, Agus berencana memperluas penggunaan gas CH4 ke rumah-rumah warga lainnya. “Kami akan membuat beberapa sumur lagi agar semua warga bisa memanfaatkannya,” katanya.
Semakin banyak sumur maka semakin banyak kotoran sapi yang bisa diolah. Warga sendiri menyambut baik rencana tersebut. Mereka tidak menolak menggunakan gas metana untuk proses memasak walaupun terbuat dari kotoran sapi. Agus bilang warga mau saja asalkan sudah ada contohnya dan berhasil. (Tri Sulistyowati)