TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah diminta bijak dan berhati-hati dalam membuat regulasi rokok elektrik. Pasalnya, belum ada penelitian ilmiah yang mendalam soal rokok elektrik ini.
Hal ini terungkap dalam acara seminar ilmiah dampak konsumsi rokok elektrik pada kesehatan masyarakat yang dilakukan oleh Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Indonesia.
Dalam acara tersebut YPKP Indonesia mengundang beberapa narasumber untuk menyampaikan paparan komprehensif dari
beragam sudut pandang terkait dengan pro-kontra konsumsi rokok elektrik pada masyarakat Indonesia.
Adapun para narasumber tersebut adalah Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Prof Tjandra Yoga Aditama, Kepala Sub Direktorat Pengawasan Rokok Direktorat Pengawasan Napza BPOM Dra Lela Amelia, Direktur Organisasi Knowledge-Action-Changedari Britania Raya Prof Gerry Stimson dan Pendiri Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik Indonesia Prof Achmad Syawqie.
Direktur Organisasi Knowledge-Action-Changedari Britania Raya Prof Gerry Stimson mengatakan fakta bahwa di Inggris penggunaan rokok elektrik terbukti mampu menurunkan angka perokok.
"Alternatif rokok elektrik sebagai cara mengurangi konsumsi rokok konvensional terbukti mampu mengurangi 20 persen angka perokok dibandingkan utilisasi alternatif rokok lainnya yang hanya mampu mengurangi 10 persen angka perokok," kata Gerry, Rabu (4/3/2015).
Saat disinggung soal regulasi rokok elektrik yang tepat, Gerry mengatakan bahwa membuat peraturan untuk mengatur standard operational procedure (SOP) lebih baik daripada melakukan pelarangan. Sebabnya, pelarangan hanya akan membuat produk-produk ilegal yang tak jelas memenuhi pasar dan digunakan oleh banyak orang.
"Jangan sampai peraturan yang ketat soal rokok elektrik menjadi bumerang. Di satu sisi anda memperketat peraturan rokok elektrik sementara di sisi lain korban akibat asap rokok tembakau semakin banyak," jelas Gerry.
Di Inggris peraturan rokok elektrik akan dikeluarkan Mei tahun 2016. Dalam peraturan ini akan diatur soal bagaimana kemasannya, standar keamanan produk, pembatasan iklan, serta pengaturan soal bahan-bahan yang digunakan dalam cairannya serta batas maksimal kandungan nikotin di cairan tersebut.
Pendiri YPKP Indonesia Prof Achmad Syawqie berharap, seminar ini mampu meningkatkan pengetahuan masyarakat akan pencegahan dan penanggulangan penyakit yang mungkin saja disebabkan oleh rokok elektrik. Dia menambahkan, pihaknya menyayangkan kurangnya ketersediaan informasi mengenai rokok elektrik di Indonesia, maka dari itu kami berharap seminar ini dapat menjadi inisiator acara serupa.
Prof Yoga Aditama yang dalam presentasinya menyebutkan apresiasi pada YPKP atas usahanya untuk turut mendukung kesehatan public Indonesia.
"Untuk semua hal di muka bumi ini, termasuk rokok elektrik, kesimpulan harus diambil dari beragam penelitian yang arah kesimpulannya sama," ujar Yoga.
Terkait dengan regulasi rokok elektrik di Indonesia, Yoga menambahkan sampai saat ini sudah banyak pertimbangan
mengenai regulasi rokok elektrik di Indonesia, tapi belum diputuskan langkah pembuatan regulasi.