TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Bank Indonesia (BI) memiliki dua cara dalam meredam pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Dua cara tersebut, yakni melakukan intervensi dan menaikkan Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (Fasbi Rate).
Demikian dikatakan Chief Econimist Samuel Sekuritas Indonesia Lana Soelistianingsih di Bogor, Selasa (17/3/2015).
"Saya kira bisa dikombinasi ya, tidak hanya intervensi terhadap dolar AS, tetapi intervensinya bisa dengan rupiah dengan menarik rupiah itu sendiri, lewat Fasbi," kata Lana.
Lana melihat, Fasbi Rate perlu dinaikkan oleh BI yang saat ini dipertahankan pada level 5,5 persen. Jika hal tersebut tidak bisa dilakukan, maka instrumen moneter lainnya yang dapat menarik rupiah dan menambah ketersediaan dolar AS.
"Cadangan devisa untuk intervensi, saya kira cukup yah. Tapi dua-duanya harus bekerja, maerik rupiah juga dan menambah supply dolar AS," ucapnya.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Tirta Segara mengatakan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mencatat pelemahan, terutama didorong oleh berlanjutnya penguatan dolar AS terhadap semua mata uang dunia.
Tirta menjabarkan, pada Februari 2015, secara rata-rata rupiah melemah 1,38 persen (mtm) ke level Rp 12.757 per dolar. Secara point-to-point rupiah terdepresiasi 1,99 persen dan ditutup di level Rp 12.925 per dolar AS.
"Bank Indonesia terus meningkatkan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah, termasuk intervensi di pasar valas maupun pembelian SBN (Surat Berharga Negara) di pasar sekunder. Ke depan, Bank Indonesia akan tetap konsisten untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai kondisi fundamentalnya," tutur Tirta.
Kurs tengah Bank Indonesia pada Selasa (17/3/2015), rupiah menguat 28 poin menjadi Rp 13.209 dari posisi hari sebelumnya Rp 13.237 per dolar AS. Sementara data Bloomberg sore ini, rupiah di level Rp 13.180 per dolar AS.