TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Front Mahasiswa Nasional (FMN) menyampaikan sikap menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang resmi diberlakukan mulai Sabtu (28/3/2015) pukul 00.00 dini hari tadi.
Humas Pimpinan Pusat Front Mahasiswa Nasional (FMN), Sofian Efendi mengatakan, pemerintah Jokowi-JK tidak
henti-hentinya membuat masyarakat Indonesia sengsara. Di tengah kondisi politik yang carut marut, rakyat juga
diterpa dengan berbagai kebijakan anti rakyat.
"Kenaikan kebutuhan pokok saat ini khususnya beras, tentu telah membuat rakyat Indonesia semakin sengsara. Akan
tetapi, kebijakan yang tidak populis tidak berhenti disitu saja. Rakyat akan menelan pil pahit atas kenaikan harga
BBM per 28 Maret 2015," kata Sofian dalam keterangannya kepada Tribunnews.com, Sabtu (28/3/2015).
Pemerintahan Jokowi melalui SK ESDMN No. 2486/K/12/MEM/2015, menaikkan harga BBM per 28 Maret 2015 pukul 00.00
WIB. Harga bahan bakar minyak jenis bensin naik menjadi Rp 7.300 dan jenis solar naik menjadi Rp 6.900.
"Ini di luar logika untuk mensejahterakan rakyat yang dijalankan pemerintahan Jokowi," ungkapnya.
Harga BBM tiap bulannya mengalami kenaikan dan ketidakpastian. Padahal kenaikan BBM akan berbanding lurus kenaikan
inflasi kebutuhan pokok dan barang-barang yang tidak juga mampu dikendalikan pemerintahan. Ujung-ujung rakyat yang
menjadi korban atas kebijakan yang tidak berpihak ini.
Sementara jika dinilai dari harga minyak mentah dunia, saat ini hanya berkisar 51,03 dolar AS per barel. Artinya
masih di bawah penjualan harga distribusi ke masyarakat saat ini.
"Dengan harga minyak besin Rp 6.800 dan solar Rp 6.400 saja, pemerintah telah meraup untung yang tinggi. Ini
adalah keblunderan Jokowi yang mencoba menetapkan kebijakan harga BBM yang mengikuti mekanisme pasar yang
berubah-ubah tiap bulan. Sehingga gagal memberikan kestabilan harga di Indonesia," kata Sofian.
Menurut Sofian, ini sekaligus membuktikan Indonesia masih bergantung dan dikendalikan oleh harga minyak dunia
mentah AS.
"Di sisi lain, kami tetap melihat bahwa penguasaan sumber-sumber minyak di Indonesia dikuasai asing hingga 90
persen harus diambil dan dikelola secara mandiri. Karena monopoli atas penguasaan asing atas sumber minyak
Indonesia, akan hanya membuat Indonesia terus bergantung pada impor minyak," ungkapnya.