TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Maestro properti Indonesia, Ciputra, melontarkan kekhawatirannya terkait perkembangan bisnis dan industri properti aktual.
Pendiri imperium Ciputra Group ini mengimbau pengembang untuk hati-hati, dan tidak terlalu agresif melahirkan produk baru.
"Pasar sedang terkoreksi. Tingkat koreksi itu tergantung policy (kebijakan) pemerintah. Mau dibawa ke mana negara ini? Itu harus jelas. Pengembang tidak bisa asal bangun kalau tidak mau produknya tak laku," ujar Ciputra kepada Kompas.com, Senin (20/4/2015).
Menurut Ciputra, peringatan dini bakal terkoreksinya pasar properti lebih dalam, harus diantisipasi para pengembang, terutama pengembang medioker, dan pengusaha yang baru menggeluti sektor ini.
Lesunya ekonomi Nasional, kata Ciputra, paling berdampak signifikan terhadap bisnis perakntoran, dan kondominium atau apartemen strata.
"Perkantoran sudah over supply (kelebihan pasokan), demikian juga apartemen. Kalau sudah ada 40 persen produknya terjual, baru dibangun. kalau masih kurang dari itu, pertimbangkan kembali," papar Ciputra.
Sebaliknya, bila proyeknya sudah mencapai tahap konstruksi 25 persen, harus diteruskan.
Jangan sampai macet di tengah jalan. Karena hal ini, kata Ciputra, terkait erat dengan kepercayaan (trust) pasar.
"Kalau sekarang, prinsip kehati-hatian dan perhitungan matang sering diabaikan. Terutama oleh pengembang baru yang terlalu berani. Mereka kalap mencari pinjaman dari luar negeri dengan kurs dollar AS dan bunga tinggi. Lebih baik tidak membangun, daripada tidak bisa membayar utang," tandas Ciputra.
Sejuta Rumah
Terkait program pemerintah membangun satu juta rumah, Ciputra menekankan, pemerintah harus memperhatikan pasarnya, kemampuan finansialnya, dan daya serapnya. Pengembang swasta harus dilibatkan.
"Pengembang swasta itu bangun dulu, kalau sudah selesai baru dibayar," tukas Ciputra.
Untuk membayar keterlibatan swasta, imbuh Ciputra, pemerintah harus segera mengegolkan tabungan perumahan rakyat (Tapera) yang bisa juga diambil dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS-kesehatan).
"Kita memperjuangkan Tapera itu selama 25 tahun. Kita harus meniru Singapura yang mengutip iuran dari karyawan dan perusahaan untuk membangun rumah dengan total 45 persen. Dengan begitu, pemerintah punya dana murah membangun sejuta rumah," pungkas Ciputra. (Kompas.com/Hilda B Alexander)