TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penggunaan data 2011 terhadap penyaluran raskin, mutlak tanggung jawab Badan Pusat Statistik (BPS). Bulog tidak bisa disalahkan, karena hanya merupakan user data dari BPS itu sendiri.
Demikian disampaikan Profesor Jangkung Handoyo Mulyo, guru besar Fakultas Pertanian UGM.
Menurutnya, perbaikan metode pemutakhiran data memang sangat penting. Sebab, menyangkut efektivitas penyaluran raskin itu sendiri. “Yang jelas, Bulog tidak bisa disalahkan jika BPS tidak melakukan update data,” katanya.
Dalam konteks itulah Handoyo menyikapi positif pembaruan data yang dilakukan di beberapa daerah. Menurutnya, sebagai sebuah itikad baik, tentu saja hal itu harus diapresiasi. Hanya saja, mekanisme perbaikan data seperti itu harus disesuaikan dengan kaidah-kaidah yang ada, untuk menghindari adanya konflik kepentingan.
"Harusnya mekanisme pengumpulan data seperti ini bisa menjadi tantangan bagi BPS. Bukan saja agar pemutakhiran bisa dilakukan dalam periode singkat, namun juga melibatkan perangkat terendah, semisal RT. Jika itu dilakukan, maka data yang dipergunakan Bulog ke depan akan lebih mutakhir lagi," ujarnya.
Menurut pelaksana pendistribusian raskin di Kelurahan Jawa Kecamatan Samarinda Ulu, Ribut Riyadi, di Samarinda, Kalimantan Timur pemutakhiran kotanya selalu dilakukan setiap tahun. Pemutakhiran data dilakukan langsung oleh RT bersangkutan, yang memang mengetahui kondisi masing-masing warga.
"Jadi Alhamdulillah, untuk masalah distribusi tidak ada masalah. Kecil kemungkinan, jika raskin diberikan kepada warga yang salah. Juga kecil kemungkinan, ada warga miskin yang tidak menerima," tuturnya.
Di sisi lain, Ribut juga memuji kualitas raskin yang disalurkan Bulog. Kualitas raskin, menurutnya cukup baik dan layak dikonsumsi. Bahkan, tidak ada raskin berwarna hitam, seperti yang disampaikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).