TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah belum juga memutuskan persentase iuran pensiun peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Wakil Presiden Jusuf Kalla, mengatakan persentase tersebut hingga kini masih terus dibicarakan.
Jusuf Kalla mengatakan, gagasan penetapan iuran sebesar 8 persen dari gaji karyawan, ternyata banyak diprotes pengusaha karena dianggap terlalu tinggi.
"Ya karena beban karyawan itu juga sudah ada sebelumnya, apakah itu untuk tabungan perumahan atau hari tua," katanya kepada wartawan di Istana Wapres, Jakarta Pusat, Jumat (8/5/2015),
Selain masalah besaran iuran yang masih terus dibicarakan, BPJS Ketenagakerjaan sendiri sudah siap untuk menanggung segala kebutuhan seorang tenaga kerja, dan pemerintah pun sudah menyediakan sejumlah sumber pendanaan.
"BPJS kan semacam asuransi, jadi di samping pemerintah memberikan juga dipungut dari iuran anggota, buruh dan pekerja," ujarnya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan (BPJS Naker) Elvyn G Masassya mengatakan, Peraturan Presiden tentang Jaminan Pensiun akan ditandatangani Presiden Joko Widodo pada akhir Mei ini. Begitu pun aturan soal jaminan kecelakaan kerja, kematian serta hari tua.
"Khusus jaminan baru yakni pensiun, sampai sekarang masih belum bisa dipastikan, belum final (besaran) iurannya," ujarnya.