News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Beras Plastik

HIPPI Desak Pemerintah Tuntaskan Kasus Beras Sintetis

Penulis: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Seorang petugas Badan POM Kota Bandung melakukan tes klorin terhadap sejumlah sample beras saat melakukan razia dan inspeksi mendadak (sidak) di gudang penyimpanan beras di Jalan Jamika, Kota Bandung, Kamis (21/5/2015). Razia yang dilakukan tim gabungan dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Distan) Kota Bandung bersama Disperindag dan Badan POM Kota Bandung itu sekaligus untuk mencari keberadaan beras sintetis yang beberapa hari terakhir ini meresahkan masyarakat. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) mendesak pemerintah untuk segera menuntaskan kasus beredarnya beras sintetis (beras oplosan) yang dikenal masyarakat dengan beras plastik di banyak wilayah Indonesia.

Desakan itu didukung juga oleh langkah HIPPI yang tengah memotori langkah diversifikasi pangan di seluruh Indonesia.

Hal itu diungkapkan oleh Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) HIPPI Suryani Motik dalam siaran persnya, di Jakarta, Jumat (22/5/2015).

“Kami mendesak pemerintah untuk segera menuntaskan kasus beras plastik yang sudah sangat meresahkan masyarakat,” ujar dia.

Yani, panggilan Suryani mengatakan, awalnya beras berbahan sintetis itu ditemukan di Pasar Bekasi.

Namun kini, telah merambah ke banyak wilayah di Indonesia, mulai dari Sumatera hingga Bali. Hal itu tentu sangat membahayakan bagi kesehatan masyarakat, sekaligus juga membahayakan ketahanan pangan nasional. Pasalnya, dari total 250 juta penduduk Indonesia, mayoritas mengkonsumsi beras sebagai makanan utamanya.

Supply Demand Beras

Menurut Yani, hal itu terjadi ketidakseimbangan antara supply demand beras di dalam negeri. Artinya, tingginya demand beras masyarakat tidak diimbangi oleh supply yang memadai. Itu sebab, katanya, Indonesia acapkali melakukan impor beras, khususnya menjelang hari besar keagamaan.

“Akibatnya, banyak sekali terjadi masalah dalam sistem perberasan kita. Apalagi pola makan rakyat Indonesia selalu mengutamakan beras sebagai makanan utamanya,” jelas dia.

Karena itu, lanjut Yani, pihaknya terus mendorong anggota HIPPI untuk meningkatkan produksi beras bagi ketahanan pangan nasional. Sehingga permasalahan masuknya beras sintetis seperti ini tidak terulang kembali. Apalagi, kata dia, produksi beras anggota HIPPI berkualitas baik bagi konsumen, termasuk masyarakat Indonesia.

Selain itu, tambah Yani, pihaknya juga mendorong anggota HIPPI untuk aktif memperkenalkan produk-produk pangan lain, sebagai langkah diversifikasi pangan di Indonesia. Tujuannya, agar masyarakat Indonesia memiliki banyak pilihan bahan makanan utama, khususnya saat harga beras melambung tinggi.

“Kami pastikan untuk meningkatkan produksi beras nasional sebagai upaya HIPPI mendukung ketahanan pangan. Sekaligus juga, HIPPI akan meningkatkan sumber pangan lainnya sebagai upaya diversifikasi pangan nasional, seperti jagung dan umbi-umbian. Intinya, kami ingin berbuat terbaik bagi rakyat Indonesia,” ungkap dia.

Potensi Pangan Nasional

Senada dengan itu, Ketua Bidang Pertanian, Peternakan dan Perkebunan DPP HIPPI Emil Arifin mengingatkan pemerintah untuk segera melakukan diversifikasi pangan. Sebab selama ini, kata dia, langkah penyeragaman mengkonsumsi beras tetap dilakukan pemerintah dengan berbagai langkah impor beras. Padahal secara budaya, katanya, masyarakat Indonesia sebenarnya tidak semua menjadikan beras sebagai makanan pokoknya. Tetapi juga ada jenis lain seperti jagung, sagu, singkong, dan beberapa jenis lainnya.

“Pemerintah diharapkan terus-menerus mendorong mendorong diversifikasi pangan, sehingga ketergantungan kita terhadap beras menjadi berkurang. Intinya, langkah meningkatkan produksi bahan pangan harus segera diwujudkan,” tutur dia.

Ia menambahkan, saat ini HIPPI banyak menggarap sektor pertanian dan perkebunan. Karena itu, potensi besar sektor pertanian sangat menjanjikan bagi perekonomian nasional. Meski demikian, lanjutnya, HIPPI sangat berharap dukungan nyata pemerintah dalam memberikan kemudahan dan keberpihakan bagi usaha pertanian HIPPI. Utamanya dalam menyerap hasil produk pertanian anggota HIPPI untuk menjadi konsumsi nasional.

“Dengan menyerap hasil produk pertanian HIPPI, berarti pemerintah juga terlibat aktif mendukung usaha masyarakat,” terangnya.

Yani menekankan, sebelumnya HIPPI pernah melakukan sosialisasi produk non beras dengan menyertakan Titiek Puspa. Namun sayangnya tidak bergaung. Seharusnya mengkonsumsi bahan pangan lain selain beras seperti: jagung, ketela, sagu, dan lainnya dapat dijadikan lifestyle.

“Bukan berarti mengkonsumsi bahan tersebut merupakan masyarakat terbelakang (miskin). Lifestyle ini dapat dimulai dari kalangan menengah ke atas,” tambah Yani lagi.

Kenali Bentuknya

Sementara itu, Pakar Kimia dari Universitas Indonesia Asmo Wahyu mendorong masyarakat untuk mampu mengenali secara sederhana perbedaan beras asli dengan beras yang dioplos material plastik.

Paling tidak, kata dia, ada 4 cara sederhana untuk mengenali beras plastik. Pertama, dari bentuknya, tampilan beras asli memiliki guratan dari bekas sekam padi, sedangkan beras plastik tidak terlihat guratan pada bulirnya dan bentuknya agak lonjong. Kedua, dari ujung-ujung bulir beras, pada beras asli terdapat warna putih di setiap ujungnya, warna tersebut merupakan zat kapur yang mengandung karbohidrat. Sedang beras bercampur plastik tidak ada warna putihnya.

Ketiga, jika beras asli direndam dalam air maka akan berubah warna menjadi lebih putih, sedangkan beras plastik hasilnya tidak akan menyatu dan airnya tidak akan berubah menjadi putih.

Keempat, jika beras palsu ditaruh di atas kertas maka terlihat beras tidak natural, berbentuk lengkung, tidak ada patahan.

"Kalau dipatahkan akan pecah menjadi bentuk kecil-kecil. Sementara beras asli bentuk bulirnya sedikit menggembung dan kalau dipatahkan hanya terbelah menjadi dua," jelas dia.

Bahan Lebih Mahal

Lebih jauh, kata Asmo, harga plastik sampai saat ini lebih mahal dari beras, meskipun itu merupakan bijih plastik daur ulang. Dan jenis plastik, kecuali untuk 2­3 jenis, katanya, bersifat anti air, tidak mungkin dapat dimasak, sweling mendekati tekstur nasi.

“Dikenal di Tiongkok saat ini artificial rice, berbahan baku utama tepung ubi, kentang, singkong, beras bubuk dan diproses dengan mesin mirip pemrosesan plastik. Yakni extruder dan dengan penambahan berbagai aditiv, utamanya plasticice seperti gliserin. Dan harganya pun masih di atas beras,” tandas Asmo.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini