News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Beras Plastik

Beras Sintetis Merambah ke Sumatera dan Bali

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi: Seorang petugas Badan POM Kota Bandung melakukan tes klorin terhadap sejumlah sample beras saat melakukan razia dan inspeksi mendadak (sidak) di gudang penyimpanan beras di Jalan Jamika, Kota Bandung, Kamis (21/5/2015). Razia yang dilakukan tim gabungan dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Distan) Kota Bandung bersama Disperindag dan Badan POM Kota Bandung itu sekaligus untuk mencari keberadaan beras sintetis yang beberapa hari terakhir ini meresahkan masyarakat. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ketua Umum (Ketum) DPP Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Suryani Motik mengungkapkan awalnya beras berbahan sintetis ditemukan di Pasar Bekasi. Namun menurut pemantauannya saat ini telah merambah ke banyak wilayah di Indonesia, mulai dari Sumatera hingga Bali.

Menurutnya itu sangat membahayakan bagi kesehatan masyarakat, sekaligus juga membahayakan ketahanan pangan nasional. Pasalnya, dari total 250 juta penduduk Indonesia, mayoritas mengkonsumsi beras sebagai makanan utamanya. Karena itu dia mendesak pemerintah segera menuntaskan kasus tersebut.

"Kami mendesak pemerintah untuk segera menuntaskan kasus beras plastik yang sudah sangat meresahkan masyarakat," kata Suryani dalam keterangannya, Minggu (24/5/2015).

Menurut Yani, begitu Suryani karib disapa, hal itu terjadi karena ketidakseimbangan antara supply demand beras di dalam negeri. Tingginya demand beras masyarakat tidak diimbangi oleh supply yang memadai. Itu sebab, katanya, Indonesia acapkali melakukan impor beras, khususnya menjelang hari besar keagamaan.

"Akibatnya, banyak sekali terjadi masalah dalam sistem perberasan kita. Apalagi pola makan rakyat Indonesia selalu mengutamakan beras sebagai makanan utamanya," ujarnya.

Karena itu, lanjut Yani, pihaknya terus mendorong anggota HIPPI untuk meningkatkan produksi beras bagi ketahanan pangan nasional. Sehingga permasalahan masuknya beras sintetis seperti ini tidak terulang kembali. Apalagi, klaim dia, produksi beras anggota HIPPI berkualitas baik bagi konsumen, termasuk masyarakat Indonesia.

Selain itu, tambah Yani, pihaknya juga mendorong anggota HIPPI aktif memperkenalkan produk-produk pangan lain, sebagai langkah diversifikasi pangan di Indonesia. Tujuannya, agar masyarakat Indonesia memiliki banyak pilihan bahan makanan utama, khususnya saat harga beras melambung tinggi.

"Kami pastikan untuk meningkatkan produksi beras nasional sebagai upaya HIPPI mendukung ketahanan pangan. Sekaligus juga, HIPPI akan meningkatkan sumber pangan lainnya sebagai upaya diversifikasi pangan nasional, seperti jagung dan umbi-umbian. Intinya, kami ingin berbuat terbaik bagi rakyat Indonesia," ujarnya.

Senada dengan itu, Ketua Bidang Pertanian, Peternakan dan Perkebunan DPP HIPPI Emil Arifin mengingatkan pemerintah untuk segera melakukan diversifikasi pangan. Sebab selama ini menurutnya langkah penyeragaman mengkonsumsi beras tetap dilakukan pemerintah dengan berbagai langkah impor beras. Padahal secara budaya, katanya, masyarakat Indonesia sebenarnya tidak semua menjadikan beras sebagai makanan pokoknya. Tetapi juga ada jenis lain seperti jagung, sagu, singkong, dan beberapa jenis lainnya.

"Pemerintah diharapkan terus-menerus mendorong mendorong diversifikasi pangan, sehingga ketergantungan kita terhadap beras menjadi berkurang. Intinya, langkah meningkatkan produksi bahan pangan harus segera diwujudkan," ujarnya.

Ia mengungkapkan saat ini HIPPI banyak menggarap sektor pertanian dan perkebunan. Karena itu, potensi besar sektor pertanian sangat menjanjikan bagi perekonomian nasional. Meski demikian, HIPPI berharap dukungan nyata pemerintah dalam memberikan kemudahan dan keberpihakan bagi usaha pertanian HIPPI. Utamanya dalam menyerap hasil produk pertanian anggota HIPPI untuk menjadi konsumsi nasional.

"Dengan menyerap hasil produk pertanian HIPPI, berarti pemerintah juga terlibat aktif mendukung usaha masyarakat," ujarnya.

Yani menekankan, sebelumnya HIPPI pernah melakukan sosialisasi produk non beras dengan menyertakan Titiek Puspa. Namun sayangnya tidak bergaung. Seharusnya mengkonsumsi bahan pangan lain selain beras seperti: jagung, ketela, sagu, dan lainnya dapat dijadikan lifestyle.

"Bukan berarti mengkonsumsi bahan tersebut merupakan masyarakat terbelakang (miskin). Lifestyle ini dapat dimulai dari kalangan menengah ke atas," kata Yani.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini