TRIBUNNEWS.COM - Pengelola jaringan ritel Alfamart terus berupaya untuk tetap menahan harga sedemikian rupa meski kondisi perekonomian Indonesia saat ini sedang lesu.
Presiden Direktur PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk, Hans Prawira mengatakan, menguatnya nilai tukar dolar AS terhadap rupiah dapat mengancam keberlangsungan usaha perusahaan lokal termasuk industri ritel.
Menurutnya, meski yang dijual di minimarketnya adalah produk lokal, namun banyak diantaranya mengandung komponen impor.
Karenanya, jika dolar tetap tidak terkendali, maka kenaikan harga produk pun menjadi tidak terelakkan. "Walaupun kita membelinya lokal, komponen impornya tinggi sekali," jelasnya.
Hans menjelaskan, pemasok produk sampai saat ini terus berusaha menahan harga menghadapi pertumbuhan ekonomi yang menurun. Namun, jika dolar terus menguat, akan sulit untuk menahan harga tetap pada posisi seperti saat ini.
"Yang kami khawatirkan adalah kenaikan harga dari pemasok. Tapi selama dolar masih relatif di angka Rp 13.500 dan tidak terlalu naik, kami masih akan terus bertahan," ujarnya.
Menurut Hans, permasalahannya adalah nilai tukar dolar yang tidak bisa dikontrol karena dipengaruhi ekonomi global. Jika dolar terus naik maka sedikit banyak akan berimbas pada kenaikan harga termasuk di industri ritel.
“Di tahun 2015, ada beberapa kategori produk yang harganya naik 9-11 persen. Salah satunya susu. Oleh sebab itu, jika memang harus ada kenaikan harga, maka akan dinaikkan perlahan antara 3-4 persen,” tuturnya.
Melihat situasi ekonomi yang lemah, Alfamart tidak akan menaikkan harga produk seluruhnya karena daya beli masyarakat yang relatif rendah.
"Tahun 2014 sudah banyak yang naik, jadi ini juga bisa dibilang merupakan imbas kenaikan harga tahun lalu," imbuhnya.
Meski kondisi ekonomi sedang sulit, Alfamart tetap berusaha mempertahankan pendapatan. Perusahaan menargetkan pertumbuhan pendapatan 14-15 persen.
Menurut Hans, ada dua hal yang dilakukan untuk mencapai target tersebut, diantaranya konsolidasi internal dan efisiensi.
"Efisiensi salah satunya dengan mengoptimalkan penggunaan teknologi. Misalnya, penggunaan tablet untuk aktivitas reporting, jadi tidak perlu dicetak di kertas lagi,"papar Hans.