TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terjunnya harga minyak dunia hingga hari ini menyentuh level terendah 6 tahun terakhir pada harga USD 38/ barel bukan berkah bagi negara tapi merupakan bencana.
Menurut Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia, Ferdinand Hutahaean itu ancaman serius bagi BUMN Migas tanah air.
"Penurunan harga ini Artinya bahwa penerimaan negara dari sektor migas tentu akan menurun dan semakin tidak bisa mencapai target. Ini tentu berdampak serius bagi APBN yang memang juga sedang kritis," ujar Ferdinand kepada Tribun Rabu (26/8/2015).
Karena itu, dia meminta Pemerintah dan BUMN Migas khususnya Pertamina dan PGN harus melakukan langkah serius mengantisipasi kemungkinan terburuk dari terus menurunnya harga komoditi ini.
"Karena diprediksi harga ini masih akan terus turun, sementara harga produksi kita masih sangat mahal bahkan berada diatas harga jual minyak dunia sekarang, artinya biaya produksi lebih mahal dari harga pasar, ini bahaya bagi stabilitas negara," dia mengingatkan.
Dengan begitu, imbuhnya, Pertamina bisa makin merugi kedepan dengan penurunan harga ini dan bisa berdampak serius pada keruntuhan BUMN Migas jika tidak disiapkan langkah serius mengantisipasi ini.
"Dan bila BUMN Migas kita terguncang tentu akan mengganggu kinerja dan distribusi BBM keseluruh nusantara. Gangguan distribusi akibatnya akan terjadi kekacauan nasional, jangan sampai hal ini terjadi,"ujarnya.
Lebih lanjut jika melihat situasi sekarang kondisi negara, dia menilai sangat mendesak untuk pengaktifan Dewan Ketahanan Nasional (WANTANNAS) seperti yang pernah disampaikan mantan Ka BIN AM Hendro Priyono sebelum lebaran bulan lalu.
"Sepertinya sangat masuk akal bahwa WANTANNAS harus segera diaktifkan untuk bisa melakukan perkiraan cepat terhadap situasi yang berfluktuasi sangat cepat, jangan sampai terlambat mengambil keputusan, nasib bangsa sedang dipertaruhkan dengan terus meroketnya nilai tukar Dolar terhadap Rupiah, sementara kegiatan ekonomi kita masih stagnan dan jalan ditempat," katanya.