TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui Kepala Badan Kebijakan Fiskal Sauhasil Nazara menuturkan besaran nilai kenaikan cukai rokok belum final.
"Sehingga belum bisa dipastikan berapa besarannya," ucapnya usai rapat dengan Komisi XI DPR Selasa (15/9) kemarin.
Menurut Sauhasil, suara dari industri pasti didengar dan menjadi masukan bagi pemerintah. "Tapi sekali lagi, target penerimaan cukai masih dalam perbincangan di DPR dan keputusannya belum final," lanjutnya.
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan adalah, DPR masih melihat asumsi makro dari rencana kenaikan cukai tersebut.
Jika asumsi makro sudah terlihat, baru DPR dan sejumlah pihak terkait akan mengubah postur dari kenaikan cukai itu sendiri. "Jadi saya pastikan postur anggaran dari kenaikan itu belum final," tegasnya.
Mengenai maraknya rokok ilegal jika cukai rokok naik terlalu tinggi, Suhasil berjanji akan berkoordinasi dengan pihak terkait seperti Ditjen Bea dan Cukai. "Hal itu benar, kebijakan kenaikan tarif yang begitu cepat dan drastis tentunya akan menimbulkan sesuatu yang ilegal dan itu mesti diantisipasi," tuturnya.
Solusinya menurut Sauhasil Ditjen Bea dan Cukai bisa melakukan operasi dan penertiban. Operasi intelijen di sejumlah daerah yang rawan produk ilegal. "Saya rasa bea cukai lebih tahu soal pemberantasan produk-produk ilegal ini," katanya.
Menurut Hasan Aoini Aziz, Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Rokok Indonesia, dampak dari keputusan untuk menaikkan cukai rokok harus diantisipasi oleh pemerintah. Kesulitan yang dialami oleh industri pasti juga dirasakan oleh para pekerja.
Sebab pada tahun 2014 saja ketika pemerintah menaikkan cukai rokok sebesar 7 persen, sudah tercatat ada 10.000 tenaga kerja industri rokok yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Tak hanya itu, sejak 2010 sampai dengan 2014, sudah ada 999 pabrikan rokok yang gulung tikar, di mana hal ini juga berdampak kepada banyaknya pemutusan hubungan kerja. "Tentu kami tidak ingin hal ini terulang lagi," katanya.
Sebelumnya, melalui konferensi pers yang mengundang berbagai asosiasi Industri Hasil Tembakau (IHT), Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) meminta agar pemerintah meninjau ulang rencana untuk menaikkan cukai rokok sebesar 23 persen pada 2016, karena dinilai akan memukul sektor IHT nasional.
Pengamat ekonomi dari Universitas Airlangga Bambang Eko Afianto meminta pemerintah untuk tidak terburu-buru menaikkan cukai tembakau di tengah kondisi ekonomi Indonesia yang tengah sulit. Kenaikan yang terlalu tinggi mencapai 23 persen akan membuat industri tembakau menjerit.( Yudho Winarto)