TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom senior INDEF Fadhil Hasan mengatakan, paket kebijakan yang dikeluarkan pemerintah kurang mendengarkan aspirasi dari kalangan dunia usaha.
"Kalau istilahnya orang muda, kurang nendang. Karena masih normatif," kata Fadhil dalam sebuah onair talkshow, Rabu malam (16/9/2015).
Fadhil menjelaskan, dunia usaha sekurang-kurangnya dari 23 asosiasi yang bergerak di berbagai bidang industri mengusulkan deregulasi lengkap dalam bentuk matriksnya.
"Tapi kalau saya lihat apa yang diusulkan dengan apa yang dikeluarkan masih ada kesenjangan besar," jelas dia.
Padahal, kalangan dunia usahalah yang merasakan dampak pertama kali dari pelemahan nilai tukar rupiah. Biaya produksi mereka menjadi terkerek mahal. Pemutusan hubungan kerja pun sudah banyak terjadi.
"Sementara birokrasi punya mindset berbeda. Paket deregulasi kalau dimaksudkan untuk mempermudah dunia usaha, ya usulan mereka diakomodasi. Jadi, sejalan," ucap dia.
Beberapa deregulasi yang dibutuhkan dunia usaha adalah kebijakan pajak, dan simplifikasi perizinan usaha. Namun, dengan banyaknya kebijakan yang akan diubah, yakni 134 kebijakan, muncul pula kekhawatiran, hasil deregulasi akan lama diimplementasikan.
"Sekarang kita percaya sama birokrasi, bisa menyelesaikan dalam waktu cepat? Saya kok termasuk yang kurang percaya, kalau tidak ada tekanan atau leadership," ucap Fadhil.
"Masalah koordinasi juga. Bagaimana mengoordinasi berbagai lembaga di bawah Kemenko Perekonomian dan Kemenko Maritim, sementara kita tahu sendiri bagaimana suasana kabinet, antara satu menteri dengan yang lainnya," kata dia.(Estu Suryowati)