Kesamaan paket kebijakan jilid I dan II, ujar Bahlil, keduannya mendorong supply side seperti produksi dan investasi berjangka panjang.
Paket tersebut memang berusaha memperbaiki alur perekonomian dari hulu terlebih dahulu. Tetapi kedua paket ini belum berfokus pada penguatan permintaan (demad side) yakni memperkuat daya beli dan efektif dalam jangka pendek.
Karena itu, menurutnya kebijakan tersebut belum akan mendorong perdagangan, penguatan logistik, dan jaringan distribusi dalam jangka pendek.
Hipmi menilai kebijakan ini juga belum langsung akan menyerap kembali tenaga kerja yang sempat dirumahkan atau terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Bila pemerintah akan meluncurkan paket kebijakn jilid III, Hipmi meminta paket yang langsung dapat meningkatkan daya beli dan lapangan kerja, seperti paket-paket percepatan proyek padat karya di berbagai daerah.
Dia merinci, berdasarkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan 2015 (APBN-P) sejumlah kementerian mendapat anggaran infrastruktur yakni Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebesar Rp 105 triliun, Kementerian Perhubungan Rp 52,5 Triliun, dan Kementerian Energi, Sumber Daya Mineral sebesar Rp 46,4 Triliun.
Belanja melalui Kementerian/Lembaga sebesar Rp 209,9 Triliun sedangkan non K/L sebesar Rp 80,5 Triliun.
"Totalnya ada Rp 290,3 triliun," tegas Bahlil.