TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi VII DPR, Satya W Yudha mengatakan, pemerintah harus tegas terhadap PT Freeport Indonesia terkait perpanjangan kontrak karya.
Menurutnya, Freeport harus melakukan divestasi jika ingin memperpanjang kontrak di Indonesia.
"Mereka (Freeport) harus melakukan divestasi. Pemerintah saat perpanjangan kontrak harus menawarkan divestasi," kata Satya dalam diskusi bertema 'Mengapa Ribut Soal Freeport?' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (17/10/2015).
Kewajiban divestasi bagi pemegang kontrak karya (KK) diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 tahun 2014 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Merujuk PP tersebut, Freeport harus melakukan divestasi sebesar 30 persen.
Politikus Golkar itu menuturkan, proses divestasi itu dimaksudkan agar negara memiliki kepemilikan saham lebih tinggi terhadap Freeport. Menurutnya, kepemilikan saham Freeport oleh Indonesia masih cukup kecil.
"Kepemilikan saham Indonesia di Freeport masih rendah," ujarnya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, perpanjangan kontrak Freeport sempat disinggung oleh Menteri Kordinator Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli. Ia menyebut ada pejabat yang sudah setuju atas perpanjangan kontrak Freeport.
Padahal berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 77 tahun 2014, perpanjangan kontrak seharusnya dibahas dua tahun sebelum kontrak berakhir. Kontrak Freeport sendiri dijadwalkan akan berakhir pada 2021.
Rizal Ramli juga menyebut royalti pemerintah termasuk sedikit, yakni hanya sekitar 1 persen. Padahal di negara lain, negara bisa menerima 6-7 persen dari perusahaan seperti Freeport.