TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah merasa tidak ada yang keliru dengan pungutan sebesar Rp 200 dan Rp 300 atas setiap pembelian satu liter Premium dan solar.
Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, hal itu sudah diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014.
Sudirman mengatakan, berbagai masukan mengenai kebijakan itu tengah dipikirkan pemerintah. Semua itu akan menjadi pertimbangan pemerintah dalam membuat payung hukum baru atas pungutan tersebut.
Banyak pihak yang menyayangkana pungutan itu dibebankan kepada konsumen. Hanya saja, Sudirman mengatakan dalam aturan sebelumnya, terutama PP 79/2014 pungutan yang dibebankan kepada konsumen tidak dilarang.
"Ada opsinya banyak, bisa korporasi, APBN, bisa penyisihan," ujar Sudirman, Selasa (29/12) di Istana Negara, Jakarta.
Semua opsi tersebut pada akhirnya akan berujung kepada konsumen juga. Artinya, baik dibebankan secara langsung atau pun tidak, konsumen memang harus menanggungnya bersama-sama dengan koporasi.
Ia beralasan, iuran ini juga untuk membayar utang atas manfaat yang dirasakan semua pihak karena telah emnguras sumber daya alam untuk energi selama ini. Iuran ini juga akan memberikan manfaat besar, terutama bagi masyarakat di pedesaan yang selama ini tidak mendapatkan aliran listrik.
Sebagai gambaran, dalam pasal 27 ayat 3, disebutkan penguatan pendanaan untuk mengembangkan energi terbarukan bisa dilakukan dengan tiga cara. Yaitu pertama, meningkatkan peran perbankan nasional dalam pembiayaan produksi minyak dan gas bumi nasional, kegiatan pengembangan energi terbarukan dan program hemat energi.
Kedua, menerapkan premi pengurasan energi fosil untuk pengembangan energi. Ketiga, menyediakan alokasi anggaran khusus oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah untuk mempercepat pemerataan akses listrik dan energi.(Asep Munazat Zatnika)