TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) berhasil menangani semburan uap di Lapangan Panas Bumi Lahendong, Sulawesi Utara. Kesuksesan tersebut sangat berarti bagi ketahanan energi di wilayah itu karena selama ini panas bumi memasok hampir 40 persen kebutuhan listrik di Sulawesi Utara.
“Kami terus memantau perkembangan manivestasi, kualitas lingkungan, pemberian tanda pengaman, dan struktur tanah,” kata Manajer Operasi PGE Area Lahendong Ahmad Yani, Minggu (10/12016).
Menurut dia, perusahaan juga telah melakukan mobilisasi rig pengeboran, observasi secara detail ke dalam sumur, pendinginan sumur reservoir, serta menyumbat sumur dengan semen.
“Perusahaan memonitoring langkah-langkah untuk menjaga keselamatan masyarakat dan pekerja. Kami berharap masyarakat tetap tenang dan waspada serta turut membantu untuk memantau situasi di lapangan,” katanya.
Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) Lahendong sudah beroperasi menghasilkan listrik ke Sulawesi Utara sejak 2001 dan dengan total kapasitas 80 MW, terdiri atas empat unit PLTP masing-masing 20 MW. Sekitar 40 persen kebutuhan listrik wilayah ini terpenuhi dari PLTP Lahendong. Saat ini sedang dikembangkan proyek pembangkit 2 x 20 MW sehingga diharapkan pada pertengahan 2017 kapasitas pembangkitan menjadi 120 MW.
Semburan uap air pertama kali muncul di sekitar lokasi sumur produksi klaster LHD-24 Lahendong, Kota Tomohon Sulawesi Utara, pada akhir November 2015. Menurut Ahmad Yani, semburan kedua terlihat pada awal Desember dan pada pertengahan Desember.
“Semburan seperti ini bukan seperti di Lapindo, Jawa Timur melainkan hanya berupa uap air. Lumpur yang terbentuk itu merupakan tanah permukaan yang berinteraksi dengan dengan uap air tadi. Masalah ini bisa terjadi karena alami dan bisa juga berkaitan dengan sumur yang ada," katanya.
Semburan uap air yang keluar tidak mengandung gas yang membahayakan warga. Menurut Direktur Panas Bumi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Yunus Saefulhak, masyarakat sekitar tidak perlu khawatir pasalnya ini merupakan fenomena alam yang tidak berbahaya. "Kami imbau masyarakat untuk tidak khawatir," tegasnya.
Penjabat Gubernur Sulawesi Utara Soni Sumarsono telah mengunjungi lokasi semburan dan mengajak warga Kelurahan Tondangow, Kota Tomohon mewaspadai gejala alam yang terjadi ini.
"Mengingat tiga titik semburan ini terjadi di lahan masyarakat, maka diharapkan masyarakat bersabar dan tenang. Perusahaan telah mengambil langkah-langkah emerjensi terkait dengan limpahan air dan percikan," katanya. Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara telah membentuk tim pemantauan dan penanganan semburan uap yang dipimpin langsung oleh gubernur.
Berdasarkan pengamatan tim Pusat Penelitian Panas Bumi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) dan kajian yang telah dilakukan PGE, peristiwa tersebut adalah semburan uap panas bumi.
Tim yang turun pada 30 Desember menemukan lumpur yang terlontar pada titik-titik semburan berupa tanah permukaan yang terlarutkan oleh uap air, dengan ciri warna seperti tanah-tanah di daerah yang tidak mengalami semburan uap. Batuan reservoir di Lahedong berupa batuan produk gunung api masa lampau yang bersifat solid. Hingga saat ini, tidak ditemukan gas-gas berbahaya baik dari segi jenis dan kadarnya.
Tim dari UGM yang terlibat dalam penanganan semburan uap adalah Pri Utami, pakar geologi panas bumi yang sekaligus menjabat Kepala Pusat Penelitian Panas Bumi UGM, dan I Wayan Warmada yang dikenal sebagai ahli geologi bahan galian. Keduanya sependapat bahwa peristiwa semburan uap ini, seperti halnya dengan fenomena pemunculan matair panas, dikategorikan sebagai manifestasi panas bumi, atau tanda adanya potensi panas bumi bertemperatur tinggi.
Tim UGM menyatakan asal-usul manifestasi semburan ini perlu diselidiki dengan seksama sehingga dapat ditentukan cara-cara penanganannya secara tepat sasaran. Ada dua kemungkinan penyebab, yakni dinamika alamiah sistem panas bumi Lahendong, atau adanya kerusakan konstruksi sumur yang berada di dekat lokasi semburan. Penanganan yang harus dilakukan untuk kedua penyebab ini adalah dengn melakukan pendinginan di reservoir sehingga dengan pendinginan tekanan akan turun dan tentunya tidak akan terjadi lagi semburan.
Mulai Senin (4/1), dalam seminggu PGE melakukan pendinginan reservoir melalui sumur LHD-24 dari kedalaman 1.657 meter, melakukan observasi dan memformulasikan cara penyumbatan/penyemenan atau pemutusan hubungan titik semburan dengan sumber di reservoir.