TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Menteri Koordiantor Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli menyatakan kalau saat ini ada yang memanipulasi data soal proyek kilang di Blok Masela.
“Jadi, jelas bahwa selama ini ada manipulasi atau pelintiran data, sehingga seolah-olah biaya kilang apung lebih murah dibandingkan biaya kilang darat. Manipulasi itu bersumber dari data-data yang dipasok Shell yang merupakan calon operator sekaligus vendor pembangunan kilang, jika jadi di laut,” ujar Rizal Ramli, dalam keterangan persnya, Senin (25/1/2016).
Sayangnya, jelasnya, para pejabat kita justru menelan mentah-mentah data yang disodorkan itu. Berbekal data tersebut, mereka bahkan ikut secara aktif dan gencar mengampanyekan perlunya pembangunan kilang apung.
Padahal jelas-jelas, Presiden mengarahkan agar pemanfaatan blok gas Masela juga memperhatikan pembangunan kawasan, khususnya Maluku dan Indonesia Timur pada umumnya.
Perbincangan seputar Blok Masela memang nyaris tidak bisa lepas dari hitung-hitungan biaya teknis pembangunan kilangnya. Terlebih lagi ada usaha-usaha sementara pihak yang menggiring opini, seolah-olah biaya kilang floating lebih murah daripada kilang darat.
Pihak-pihak itu, jelasnya, dengan segala sumber daya yang dimiliki, menyatakan bahwa biaya pembangunan kilang apung ‘hanya’ 14,8 miliar dolar AS. Sementara itu, biaya untuk pembangunan kilang darat mencapai 19,3 miliar dolar AS.
Namun, apakah angka-angka ini valid? Faktanya, tambah Rizal, teknologi kilang apung hingga kini belum terbukti. Di dunia baru satu proyek pembangunannya, yaitu kilang apung Prelude, Australia, itu pun dengan kapasitas hanya 3,6 juta ton/tahun. Jumlah ini jauh lebih kecil daripada Masela yang mencapai 7,5 juta ton/tahun.
Mereka berusaha menimbulkan kesan biaya pembangunan kilang apung lebih murah dari yang sebenarnya. Sebaliknya, pembuatan kilang darat dibuat seolah-olah lebih mahal. Caranya, pada hitung-hitungan biaya FLNG Plant, mereka mengkonversi ke dalam dolar Australia, yaitu sebesar 2,65 miliar dolar AS/mtpa.
Sedangkan untuk onshore, mereka menggunakan denominasi dolar Amerika yang sebesar 3,5 miliar dolar AS/mtpa. Dengan cara ini, maka wajar jika biaya kilang darat seolah-olah menjadi lebih mahal daripada kilang apung.
Padahal, dengan menggunakan asumsi biaya riil pembangunan kilang FLNG Prelude yang 3,5 miliar dolar AS/mtpa, maka perkiraan pembangunan floating LNG Masela mencapai 22 miliar dolar AS.
Sebaliknya, berbekal asumsi biaya riil sejumlah kilang LNG darat yang ada (Arun, Bontang, Tangguh, dan Donggi), perkiraan biaya LNG darat Masela di Pulau Selaru (sekitar 90 km dari blok Masela) hanya 16 miliar dolar AS. Jumlah ini sudah termasuk biaya pembangunan jalur pipa ke darat.