TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah diminta melakukan verifikasi nilai investasi kereta cepat Jakarta-Bandung oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, Kedutaan Besar China memberikan penjelasan.
Seperti diketahui, permintaan verifikasi nilai investasi itu disampaikan lantaran pembangunan kereta serupa di Iran hanya bernilai 2,7 miliar dollar AS dengan jarak 400 km.
Sementara itu, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung bernilai 5,5 miliar dollar AS dengan jarak 142 km.
"Nilai investasi yang diumumkan (di Iran) sekarang bukan investasi total dari pembangunan dan juga bukan investasi total proyeknya," demikian pernyataan resmi Kedubes China yang dirilis di Jakarta, Jumat (29/1/2016).
Berdasarkan informasi yang didapat Kedubes China dari staf China Railway Engineering Corp (CERC), masih ada kontrak senilai 2,7 miliar dollar AS dengan Iran yang belum ditandatangani.
Menurut Kedubes China, proyek pembangunan kereta cepat di Iran tidak semuanya dikerjakan oleh pihak mereka.
Negeri Tirai Bambu mengaku hanya mengerjakan bagian tertentu.
"CREC China hanya menanggung pembangunan above-rail dalam pembangunan kereta cepat Iran, tidak termasuk pembangunan below-rail. Akan tetapi, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung mencakup semua pembangunan, termasuk pembangunan above-rail dan below-rail," tulis Kedubes China.
Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung bukanlah proyek pemerintah, melainkan proyek gabungan BUMN Indonesia dan China. BUMN Indonesia diwakili konsorsium BUMN, yakni PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), sedangkan China diwakili China Railway International (CRI).
Kedua perusahaan tersebut lalu membentuk PT kereta cepat Indonesia China (KCIC).
Investasi proyek itu dibiayai oleh PT KCIC sebesar 25 persen dan 75 persen sisanya berasal dari utang luar negeri.
Meski bukan proyek pemerintah, Presiden Jokowi melaui Perpres Nomor 3 Tahun 2016 memasukkan proyek KA cepat Jakarta-Bandung sebagai proyek strategis nasional.
Pembangunannya ditargetkan rampung pada akhir 2018, dan bisa dioperasikan pada 2019.
Penulis : Yoga Sukmana