TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Pemerintah akan menerapkan single risk management dalam mengelola aktivitas di pelabuhan. Maksudnya, semua risiko yang menghambat prose-proses di pelabuhan nantinya tidak akan menjadi masalah masing-masing Kementerian/Lembaga (K/L).
Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai Heru Pambudi bilang, sistem ini akan melengkapi yang sekarang sudah ada. Yaitu Indonesia Nasional Single Window (INSW). Dengan begitu, pada akhirnya diharapkan lamanya bongkar muat barang di pelabuhan alias dwelling time bisa berkurang.
Menurutnya, selama ini kendala pengelolaan pelabuhan adalah seringkali diselesaikan oleh masing-masing K/L.
Dengan sistem ini, maka semua manajemen risiko atas masalah akan dipusatkan. Terutama ketika melayani proses ekspor-impor dari setiap perusahaan.
Masing-masing perusahaan biasanya memiliki penilaian risiko yang berbeda dari setiap K/L.
"Initinya ada fair treatment, bagaimana perusahaan risk compliance rendah dapat pelayanan dan rendah dapat pengawasan," kata Heru, Kamis (4/2) di Jakarta.
Rencananya, sistem ini akan mulai efektif pertengahan tahun 2017 mendatang. Sebab, agar bisa bekerja sempurna harus melewati berbagai tahapan.
Pertama, single stakeholder management pada April 2016 nanti. Tahap ini akan mengumpulkan semua risiko yang ada di masing-masing K/L.
Tahap kedua, single treatment. Dalam tahap ini pemerintah akan membuat pola pelayanan atas setiap risiko.
Tahap selanjutnya singe stakeholder profile. Pada tahap ini pemerintah akan secara spesifik menilai risiko sebuah perusahaan. Lalu dibandingkan antara penilaian risiko perusahaan itu di satu K/L dan K/L lainnya.
Saat ini, angka dwelling time berada di posisi 3 hari. Tanpa single risk management ini menurut Heru akan sulit mencapai target yang dibebankan Presiden Joko Widodo yang hanya 1,6 hari.
Reporter: Asep Munazat Zatnika/Kontan