TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung akan menelan biaya 5,5 milliar dollar AS atau Rp 76,4 triliun (kurs 13.900).
Namun sedari awal, pemerintah tidak merestui sepeser pun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) digunakan untuk membiayai proyek itu.
Bahkan dengan tegas pemerintah juga mengatakan tak akan memberikan jaminan finansial. Lantas siapa yang berani membiayai megaproyek kereta peluru tanpa jaminan itu?
Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Sahala Lumban Gaol mengungkapkan, mayoritas dana proyek berasal dari utang luar negeri yang berasal dari China Development Bank (CDB).
"Struktur pembiayaan proyek ini 75 persen (Rp 57 triliun) berasal dari pinjaman. Penawaran menarik muncul dari China dimana mereka menawarkan porsi pinjaman yang bersumber dari CDB," ujar Sahala dalam konferensi pers, Jakarta, Kamis (4/2/2016).
Nantinya, pinjaman dari CDB terdiri dari dua pinjaman yakni pertama 63 persen pinjaman dalam dollar AS dengan bunga 2 persen per tahun.
Kedua pinjaman dalam bentuk renmimbi sebesar 37 persen dengan bunga 3,64 persen per tahun.
CDB memberikan jangka waktu pengembalian utang itu hingga 40 tahun dengan tenggang waktu 10 tahun. Sementara 25 persen atau Rp 19 triliun dana proyek berasal dari modal PT kereta cepat Indonesia China (KCIC).
Itu pun dibagi dua. Yakni, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) 15 persen dan China Railway Corporation sebesar 10 persen. Seperti diketahui, proyek KA cepat Jakarta-Bandung merupakan proyek bisnis murni antara BUMN Indonesia dan China.
Dari pihak Indonesia, diwakili oleh PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI). Perusahaan tersebut merupakan konsorsium BUMN yang sahamnya dimiliki Wijaya Karya sebesar 38 persen, KAI 25 persen, PTPN VIII 25 persen dan Jasa Marga 12 persen.
Sedangkan pihak China wakili oleh China Railway Corporation. Ada pula perusahaan lain diantaranya yakni China Railway Engineer Corporation (CREC), China Railway Rollingstock Corporation (CRRC), dan Sinohydro Corporation Limited.
Kedua pihak tersebut membentuk perusahaan join venture bernama PT kereta cepat Indonesia China (KCIC). Komposisi sahamnya yakni 60 persen milik PT PSBI dan 40 persen milik China Railway Corporation.
Penulis : Yoga Sukmana/Kompas.com