News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Proyek Kereta Cepat

WALHI: Proyek Kereta Cepat Jokowi Cacat Hukum

Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Manajer Kebijakan Walhi Munhur Satyahaprabu menilai proses pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung janggal.

Dia mengatakan proyek ini tidak direncanakan dengan matang. Selain itu prosesnya pun dinilai melanggar peraturan dan perundang-undangan yang lain.

"Prosesnya janggal dan perencanaannya tidak matang. Padahal proyek besar harus direncanakan dengan matang," ujar Munhur di Jakarta, Jumat (5/2/2016).

"Bahkan dokumen rencana panjang pembangunan Rencana Pembangunan Jangka menengah (RPJM), Presiden Jokowi juga tidak mencantumkan ada proyek kereta cepat Jakarta Bandung," papar Munhur.

Hal ini menunjukan, secara perencanaan pembangunan yang melibatkan investor dari China ini tidak direncanakan dari awal.

Dari segi proses, proyek ini dinilai tidak taat pada undang-undang yang sudah ada.

Walhi melihat pembuatan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Sarana dan Prasarana kereta cepat Jakarta-Bandung menyalahi Undang-undang Tata Ruang (UU Tata Ruang).

Dalam UU Tata Ruang, penyesuaian tata ruang baru bisa dilakukan dengan tujuan mencegah bencana atau perlindungan lingkungan.

"Bukan untuk penyesuaian proyek. Kalau untuk penyesuaian proyek bisa dipidana," tutur Munhur.

Pasalnya, kata dia, dalam UU tata ruang pasal 70, disebutkan jika pembangunan bertentangan dengan tata ruang adalah tindakan pidana.

Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ini juga tidak bisa hanya dengan izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).

Alasannya, karena proyek ini melibatkan hampir 9 kabupaten dan kota.

"Jika ada proyek penting yang melibatkan banyak sekali kabupaten maka yang dibutuhkan adalah Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)," ujar dia.

Walhi berpandangan bahwa proyek pembangunan ini lebih baik jika dihentikan dahulu.

Selanjutnya Pemerintah harus mengkaji ulang manfaat dari proyek tersebut.

Reporter: Ramanda Jahansyahtono/Kompas.com

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini